Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

[HUT RTC] Tuhan dan Penyair

6 Maret 2016   13:50 Diperbarui: 6 Maret 2016   15:33 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

I.

Tuhan datang ke Wapres Bulungan. Ia duduk di pojok kanan. Beliau diam saja, "Tidak ada puisi, tidak ada pembicaraan!" tegasnya.

Bulan berikutnya, Tuhan datang lagi. Kali ini saya tampil baca puisi. Saya grogi, bayangkan, pertama kalinya saya naik panggung, Tuhan hadir jadi penonton. Saya memegang pelantang, "Terima kasih kepada Om Yo yang sudah memberi kesempatan. Terima kasih juga kepada Tuhan yang sudah datang jauh-jauh jadi penonton."

 

II.

       Saya merindukan Tuhan. Sudah berbulan-bulan Tuhan tak datang. Apa karena tersinggung, saya tidak membacakan puisi untuk Tuhan, malah untuk perempuan?

       "Om, tahu kabar Tuhan?" tanya saya ke Om Yo.

       "Tuhan yang mana nih?"

       "Tuhan yang datang pas saya baca puisi itu lho."

       "O, mungkin dia nggak tahan asap rokok. Besok tak pasang AC deh, biar jadi bebas rokok."

III.

       Saya takut Tuhan akan menghukum saya karena sudah membuatNya cemburu. Karena itulah, saya tak datang ke Reboan bulan ini.

       “Pring, kamu kenapa tidak datang? Ada Sutardji lho sekarang.” Om Yo menelepon.[caption caption="Dari Rumpies The Club"][/caption]

        "Ngapain takut sama Tuhan?"

        "Ya kan dia Mahakuasa?"

        "Ya kalaupun takut, kamu nggak bisa sembunyi dariNya. Tuhan ada dimana-mana."

        Saya melongok ke kolong tempat tidur. Tidak ada apa-apa di sana.

        "Om, Tuhan tidak ada tuh di kolong tempat tidur."

 

*karya ini diikutsertakan dalam rangka memeriahkan ulang tahun perdana Rumpies The Club

Terinspirasi dari puisi Sutardji Caldzoum Bahri berjudul "WALAU"

WALAU

walau penyair besar

takkan sampai sebatas allah

dulu pernah kuminta tuhan

dalam diri

sekarang tak

kalau mati

mungkin matiku bagai batu tamat bagai pasir tamat

jiwa membumbung dalam baris sajak

tujuh puncak membilang bilang

nyeri hari mengucap ucap

di butir pasir kutulis rindu rindu

walau huruf habislah sudah

alifbataku belum sebatas allah

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun