Tentang seberapa penting defisit anggaran, kita akan menemukan jawaban yang berbeda tergantung pada keadaan/status ekonomi suatu negara.Â
Kebijakan defisit anggaran menjadi penting dalam masa krisis sehingga banyak persoalan menjadi dilematis dalam memilih kebijakan fiskal yang tepat. Kebijakan defisit maupun surplus anggaran menjadi isu penting untuk dikaji karena dalam siklus bisnis defisit anggaran menjadi pembahasan yang cukup serius dalam memacu pertumbuhan ekonomi.
Secara teoritis, kebijakan defisit anggaran mempengaruhi variabel moneter malalui dua jalur (R. Maryanto, 2004). Kedua jalur tersebut mempengaruhi variable moneter melalui sektor riil dan melalui hubungan keuangan antara pemerintah dan penguasan moneter.
Stanley Fischer dan William Easterly (1990) juga mengungkapkan terdapat hubungan antara persamaan income account budget, persamaan pendanaan defisit anggaran, dan persamaan dinamik antara evolusi rasio utang terhadap GNP. Efek kebijakan defisit anggaran merupakan pergerakan yang tidak tampak karena mempunyai dampak jangka panjang.
Mengurangi Defisit Anggaran
Di dalam dokumen Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015, pemerintah berencana menurunkan target defisit anggaran tahun 2015 menjadi 1,9 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Menurut Menteri Keuangan, Bambang P.S. Brodjonegoro, penurunan defisit anggaran ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mengurangi defisit transaksi berjalan.
Seperti diketahui, sebelumnya, dalam APBN tahun anggaran 2015 defisit anggaran ditargetkan sebesar 2,21 persen dari PDB. Tujuan pengurangan target defisit anggaran ini sendiri adalah untuk memberikan sinyal kepada pelaku pasar bahwa pemerintah bersungguh-sungguh untuk mengurangi defisit anggaran sekaligus defisit transaksi berjalan pada tahun 2015 ini.
Penurunan defisit transaksi berjalan sendiri sangat diperlukan sebagai upaya untuk memitigasi dampak rencana penaikan tingkat bunga oleh bank sentral Amerika Serikat (AS).
Namun seperti yang kita tahu, penurunan itu hanya anganangan. Defisit anggaran malah bertambah menjadi 2,8%.
Mengurangi atau menambah defisit anggaran, tentulah harus diperhatikan penggunaan pembiayaan defisit anggaran tesebut. Menilik kondisi saat ini, APBN kita masih negative net flow. Cash Flow Negatif adalah situasi di mana pembayaran (dana yang ke luar) selama jangka waktu tertentu melebihi arus kas masuk (dana yang masuk) pada periode yang sama. Hal ini dicontohkan bahwa Pemerintah meminjam dana 1 milyar rupiah, namun di tahun yang sama kita membayar pinjaman sebesar 2 milyar rupiah. Hal ini secara langsung menunjukkan bahwa setiap utang yang diterima tidak memiliki manfaat pada proses pembangunan di Indonesia. Hal inilah yang mendasari pemerintah untuk berusaha mengurangi porsi pembiayaan yang berasal dari pinjaman luar negeri. Perlu disadari atau tidak bahwa kebijakan utang luar negeri hanya melanjutkan praktik eksploitasi luar negeri terhadap anggaran Indonesia akibat terjadinya selisih transfer negatif sejak tahun 1984/1985.