"Kenapa ikan nggak bisa ngomong, Ayah?" tanya anakku yang masih berusia 3,5 tahun.
Mendadak aku teringat sebuah film Korea. Dengan pertanyaan yang sama, Cha Tae Hyun menjawab, "Coba kau masuk ke dalam air, bisa ngomong nggak?"
Tentu aku tidak menjawab demikian. Aku diam, berpikir. Anakku menyusulkan sebuah pertanyaan lain, "Kenapa ikan bisa berenang, Ayah?"
Pernah aku berpikir, hanya ikan yang bisa berenang. Tapi momen di Taman Safari, aku melihat monyet bisa berenang. Di televisi juga kulihat harimau bisa berenang. Bahkan, ketika penempatan kerja di Sumbawa, aku baru tahu bahwa kerbau juga bisa berenang. Aku bertanya-tanya, apakah kemampuan renang hewan-hewan lain didapat seperti manusia belajar berenang, atau ujug-ujug mereka memang sudah bisa dan bernaluri renang sejak dilahirkan?
[caption caption="Kebo Nange| http://kabarsumbawa.com"][/caption]
Ratusan kerbau menyeberang ke Gili Rakit. Sebelumnya mereka digiring dulu ke Pantai Panjang. Barulah dari pantai mereka menyeberangi lautan, melawan arus, kurang lebih sepanjang 3 kilometer untuk dapat mencapai Gili (Pulau) Rakit.Â
Budaya peternakan Kerbau di Sumbawa masih mengembalakan ladang penggembalaan. Masyarakat setempat menyebutnya lar. Gili Rakit adalah salah satu lar terbesar yang ada di Sumbawa. Gili Rakit adalah salah satu pulau di perairan Teluk Saleh. Secara administratif, ia masuk di dalam Desa Labuhan Jambu, Kec. Terano.
Tradisi ini sudah berjalan lebih dari 65 tahun. Dan setiap tahunnya kita dapat menyaksikan prosesi kerbau berenang ini dalam sebuah festival yang dinamakan Kebo Nange.
Keunikan kerbau dalam tradisi masyarakat di Pulau Sumbawa tidak cuma Kebo Nange semata. Di Sumbawa Barat, ada yang tak kalah menarik. Bila di Madura ada Karapan Sapi, di Sumbawa Barat ada Karapan Kerbau.
[caption caption="Barapan Kebo di Sumbawa"]
Saat tiba musim tanam di Sumbawa, barapan kebo diadakan sebagai bagian dari wujud rasa syukur masyarakat terhadap Tuhan. Arenanya di lumpur persawahan. Sebelum balapan dimulai, kerbau dikumpulkan 3-4 hari sebelum lomba untuk diukur tinggi dan usianya. Seperti para petinju, kerbau-kerbau pun dibagi ke dalam kelas-kelas.
Tidak hanya balapan, barapan kebo juga menjadi ajang adu sandro. Sandro adalah dukun, orang sakti yang jadi jaminan kesaktian perlombaan. Pasangan kerbau yang berhasil meraih juara adalah pasangan kerbau tercepat mencapai tujuan sekalian dapat menyentuh atau menjatuhkan kayu pancang tanda finish yang disebut dengan Sakak. Nah, pada Sakak juga ada Sandro penghalangnya. Kesaktian sandro yang mem-backup joki kerbau juga ikut berpengaruh untuk melewati penghalangnya.
Kerbau-kerbau di Sumbawa ini mengingatkanku pada istriku. Sebab istriku orang Minang. Aku pernah bertanya padanya apa arti Minangkabau. Pada saat kuliah Budaya Nusantara, sang dosen bercerita tentang sejarahnya. Minangkabau berarti menang kerbau. Dahulu, tentara dari Jawa mendarat di pesisir Sumatra dan hendak memulai menaklukkan. Tapi sang pemimpin adat memberi usul agar perang diganti menjadi adu kerbau saja. Pihak penyerang menerima dan menyiapkan kerbau yang besar dan kuat. Melihat hal itu sang datuk memberi usul yang unik. Ia meminta untuk menyiapkan anak kerbau saja, tetapi anak kerbau itu harus dipisahkan dari induknya selama 2 hari. Pada telinga anak kerbau, diselipkan pisau kecil saja. Pada hari pengaduan, sang anak kerbau, melihat kerbau besar langsung mengira itu induknya dan menyeruduk ke arahnya. Pisah yang diselipkan di sela telinga anak kerbau menusuk perut kerbau besar. Anak kerbau pun menang. Jadilah minangkabau.
Istriku geli mendengar ceritaku dan bilang bukan begitu maksudnya. Baginya, minangkabau itu ma inang kabau. Ma inang berarti memelihara. Kabau/kerbau adalah hewan yang paling dekat dengan kehidupan masyarakat. Ma inang kabau berarti memelihara kehidupan.
Aku nggak tahu apa dia mencoba berfisolofi atau memang begitulah artinya.
Sebuah hal selalu memiliki pemaknaannya masing-masing. Pasti masih banyak yang lain juga tentang makna kerbau di dalam budaya nusantara yang lain. Misalnya pernah juga kudengar dari temanku yang penempatan di Aceh tentang kenduri laut Pada saat kenduri laut, kerbau hitam dilarungkan ke dalam lautan. Atau di masyarakat Batak dan Toraja. Kepala kerbau ada di rumah-rumah adat mereka. Masing-masing punya makna. Masing-masing punya pesona. Pesona budaya dan Pesona Indonesia.
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H