"Sudah kubilang, bu. Tinggalkan laki-laki laknat itu. Karena dia juga Safira meninggal."kata Susi sambil mengoleskan obat luka ke lebam-lebam yang ada di badan ibunya. Ibunya mengaduh saat Susi mengoleskan obat ke luka ibunya. Susi hanya meringis seolah merasakan sakit itu.
Ibu nya hanya diam. Itu yang paling tidak disukai Susi. Dia sebenarnya tau apa jawaban ibunya. Karena ibunya masih mencintai ayahnya. Susi mendengus. Persetan dengan cinta. Apa cinta harus begini? Merelakan diri disakiti. Bahkan darah dagingnya sendiri disakiti. Dia ingat betapa bejat ayahnya. Dia melihat sendiri adiknya yang  berumur 7 tahun harus mati ditangan ayah nya hanya karena anak kecil itu meminta  uang seribu rupiah. Saat itu dia sendiri berumur 10 tahun. Namun ibu tak melapor kekantor polisi. Diampuni begitu saja ayahnya. Bahkan kematian adiknya dianggap kecelakaan. Ironis.
Semakin benci dia pada laki-laki. Dan dia juga membenci cinta itu sendiri. Tanpa sadar dia juga mulai membenci ibunya. Yang hanya diam melihat anaknya mati ditangan laki-laki laknat itu.
Setelah dia merasa seluruh luka ibunya terolesi obat. Dia merebahkan diri disebelah ibunya. Lalu lelap.
Dia merasa ada yang memanggil nama nya. Suara ibunya. Dia mencari. Terus mencari sampai menemukan wanita cantik berbaju putih bersih tersenyum kearahnya. Ia menghambur kepelukan wanita itu. Hangat. Benci, dendam dan semua rasa hilang sudah melebur dalam pelukan ibunya. Susi merasa ini yang sangat dia rindukan. Entah apa namanya.
"Ibu ingin kau tau satu hal. Ibu mencintaimu juga adikmu. Hanya ibu tak bisa menyalahkan ayahmu. Memang ibu mencintai ayah mu. Bahkan sangat mencintai ayahmu. Tapi bukan itu alasan ibu tidak menghukum ayahmu. Tapi memang adikmu meninggal karena kecelakaan. Kau tau saat itu adikmu merengek-rengek pada ayahmu. Ayahmu stres karena dia dipecat dari pekerjaannya dan pekerjaan ibu juga cuma pegawai rendahan yang penghasilanya hanya cukup  untuk makan sehari-hari. Sementara kalian harus sekolah. Saat itu ayahmu melempar botol ke arah adik mu agar diam. Tapi malah tak sengaja mengenai matanya, ternyata itu botol racun serangga. Dan kau tau selanjutnya" jelas ibunya panjang lebar.
"Tapi kenapa sekarang ayah malah menyakiti ibu?" tanya Susi pelan.
"Entahlah. Tapi ingat sayang. Cinta bukan untuk disalahkan. Memang itulah cinta. Ada masanya kamu bahagia. Ada juga masanya kamu akan terluka. Itulah jalur kehidupan, sayang. Ibu tau kau mulai membenci semua orang. Menganggap dunia tak adil? Tapi ingat satu hal. Semua itu akan lebur karena cinta. Kau tak akan menyakiti orang yang kau cintai. Malah akan menerima semua perlakuannya. Dan kau akan bersabar demi cinta, meskipun dia menyakitimu." kata ibunya lagi.
"Aku belum mengerti, Bu." Susi menatap wajah ibunya yang bersinar seperti bidadari.
"Suatu saat kau akan tau. Ibu pergi dulu. Ibu akan menjagamu. Seperti kamu pernah menjaga ibu. Ingat sayang. Ibu mencintaimu. Sangat mencintaimu." ibunya mencium kening Susi. Berjalan menuju sebuah telaga dan menghilang disana.
Susi berteriak memanggil-manggil ibu nya. Dia berontak, kemudian sadar."Aku hanya mimpi." Gumam nya. Dia melirik disebelahnya ibunya berbaring tenang. Tercetak senyuman disana. Dia membangunkan ibunya. Tak ada jawaban. Dia guncangkan tubuh ibunya pelan. Masih tak ada jawaban. Dia raba nadinya. Tak berdenyut. Dia kaget. Histeris. Memanggil-manggil ibunya. Ayahnya masuk tergopoh-gopoh.