"Oh, serius banget ya dok penyakit saya sampai saya harus ke Surabaya untuk memeriksakan lebih lanjut?"
"Semoga diagnosa saya salah bu, tapi saya anjurkan untuk ke dokter ini, meskipun jauh di Surabaya, tapi dokter ini terkenal kompeten di bidang ini. Bahkan para pasien yang keluar negeri untuk berobat, setelah pulang ke Indonesia biasa direkomendasikan dokter ini oleh dokter di luar negeri sana. Ditangani oleh orang yang benar-benar ahli akan lebih baik bu."
Sambil memegang kartu nama dokter yang direkomendasikan tadi, Els keluar dari ruang periksa dokter dengan tubuh lemas.
Oh Tuhan, apalagi ini? Mengapa aku harus mengalami ini? Aku takut Tuhan. Aku takut ke Surabaya lalu mengetahui dengan lebih jelas tentang penyakitku. Kalau sesuatu terjadi pada diriku, bagaimana nasib Abel selanjutnya? Kasihanilah dia Tuhan.... Abel hanya memiliki diriku seorang. Ayahnya sudah melupakannya dan menganggapnya tidak ada. Bagaimana ini Tuhan?!
Sambil terus memegang kartu nama dokter tadi, Els kembali duduk di ruang tunggu dokter yang kelihatan lenggang karena sudah tidak ada pasien. Els masih belum mau pulang ke rumah karena terbayang wajah sedih Abel dan Omanya ketika mereka nanti mengetahui hasil periksa Els yang buruk ini.
Tidak ! Aku tidak mau mereka sedih karena aku....
Tak tertahankan lagi semua rasa sesak di dada, membuat Els mulai menutupi wajahnya dengan kedua tangannya dan mulai menangis. Waktu terasa membeku dan tidak ada situasi lain yang menandingi saat ini dalam hidupnya, saat dimana Els merasa betapa beratnya menjadi seorang single fighter dalam hidup tanpa ada orang untuk berbagi.
Sebuah tepukan di pundak Els mengagetkan dan membuat Els menghentikan tangisannya.
Els mendongak keatas melihat siapa yang telah menepuk pundaknya, pandangan mata Els yang masih kabur karena airmata menjadi sulit untuk mengenali orang tersebut.
"Siapakah kamu? Apakah kamu seorang malaikat?"
*Baca juga tulisan sebelumnya*