(A Piece of my mind for my favorite singer)
Dear akrostik,
HELLO ZIVA MAGNOLYA
Hamparan laut yang membendung olahan rasa cinta kian tercabik-cabik setiap lekukan garis wajah.
Endapan lumpur menyerapi semua kerapuhan yang mengganjal dalam lubuk hati melekat asa.
Lonjakan gunung membentengi abu-abu dari menjelajahi kisaran merkurius, venus, mars, saturnus, jupiter, pluto.
Lemparan senyummu ternodai di kanvas kosong untuk melukis benak yang tak tersampaikan pada lidah kelu.
Orbit bumi diandaikan seperti pijaran lampu sudah redup di sudut ruangan rumah.
Zat cair yang melebur lunak dekat aliran jiwa-jiwa telah ditinggal merana.
Insani mengangkat jeruji kian mematahkan satu per satu bejana dari seorang gadis belia terkekang ingatan.
Variabel kimia sulit melepaskan ikatan ion positif dengan negatif sebagai relasi saling bertolak-belakang.
Alih-alih semuanya itu sia-sia belaka, bukankah ia meringkus sebuah kurungan tembok antara sebelah pihak?
Memungut sekali waktu adalah kefanaan. Tiada keabadian yang terbungkus kecuali kau merelakan penuh ketabahan diri.
Acapkali, memilukan oleh sakit tak pernah ada semestinya. Apa boleh buat jika masih terpendam hasrat?
Goyahlah di pasang surut gelombang naik-turun suhu udara; kendatinya dia berpindah ke dambaan lain.
Nasibnya mereguk malang disisipkan dengan pepatah bijak berbunyi : Bagai pungguk merindukan bulan.
Optik matanya bermuram senja yang sekali dipandang indah lalu sekian jam pun hilang dengan durja.
Lampion malam cukuplah menemani kesendirian di kala pejaman mata ternganga sambil meratapi keheningan doa.
Ya Tuhan, Pencipta alam semesta. kuatkan daku dan jadilah tenang di pelukan bintang yang menjaga kelap-kelip cahaya putih menutupi kegelapan.
Awan hitam menyelubungi lelangit mengabur di seluk beluk tubuh menggigil beku sampai tangan tak bisa bergerak apa-apa.
Best Regards,
- Hoshiko, on July 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H