Mohon tunggu...
primus nahak
primus nahak Mohon Tunggu... Mahasiswa - 1322300033

Magister ilmu hukum universitas 17agustus 1945 surabaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum

*BERDASARKAN PERMENDAGRI 12 TAHUN 2014 dan UU 12 TAHUN 2004*

7 Januari 2025   17:15 Diperbarui: 7 Januari 2025   17:12 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

*Amanah pemberian bantuan hukum di daerah pertama kali diberikan lewat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Dalam undang-undang tersebut bantuan hukum diartikan sebagai jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum. Peraturan ini khusus mengatur bantuan hukum yang diberikan oleh pemerintah pusat, sedangkan pemerintah daerah diperintahkan agar mengatur sendiri dengan peraturan daerah*

Hanya saja bentuk bantuan hukum yang diberikan berupa penyelenggaraan. Dengan pengertian bahwa bantuan hukum tetap diberikan oleh lembaga-lembaga pemberi bantuan hukum, pemerintah sebagai penyelenggara hanya menyiapkan anggaran atas pelaksanaannya sedangkan bantuan itu sendiri hanya dapat ditujukan bagi masyarakat miskin.

Dalam Permendagri Nomor 12 Tahun 2014 tentang Pedoman Penanganan Perkara di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah, bantuan hukum tidak disebutkan secara eksplisit sebagai “bantuan hukum” tetapi penyebutannya “penanganan perkara” yang oleh penulis dianggap tidak ada perbedaan yang signifikan secara substansi.

Dalam Permendagri tersebut “kewenangan” penanganan perkara di daerah (Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota) dapat dilaksanakan oleh biro hukum provinsi dan bagian hukum kabupaten/kota hanya kepada kepala daerah/wakil kepala daerah dan CPNS/PNS daerah sesuai dengan kewenangannya. Sesuai dengan kewenangan dalam arti misalnya penanganan perkara hukum terhadap Gubernur/Wakil Gubernur dan CPNS/PNS Provinsi dilaksanakan oleh biro hukum provinsi sedangkan untuk Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota dan CPNS/PNS Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh bagian hukum kabupaten/kota.

Jika dalam undang-undang penanganan perkara dilaksanakan oleh lembaga bantuan hukum justru dalam permendagri kewenangan tersebut diberikan kepada biro hukum dan bagian hukum untuk melaksanakan secara langsung.

Penanganan perkara itu diberikan antara lain penanganan perkara pidana dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas kedinasan sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Permendagri tesebut berupa pendampingan dalam proses penyelidikan dan penyidikan.

Pendampingan hukum sendiri diberikan guna memberikan pemahaman hukum antara lain mengenai hak dan kewajiban saksi dalam setiap tahapan pemeriksaan, ketentuan hukum acara pidana, mengenai materi delik pidana yang disangkakan, dan hal-hal lain yang dianggap perlu dan terkait dengan perkara yang dihadapi.

Penjelasan di atas dapat dipahami bahwa bantuan hukum yang diberikan hanya sebatas “pendampingan” bukan bertidak sebagai kuasa hukum bagi klien sehingga biro hukum atau bagian hukum berwenang terbatas hanya pada memberikan pemahaman guna mempermudah proses penyelesaian perkara.

Selain perkara pidana juga dapat dilaksanakan terhadap penanganan perkara perdata, perkara tata usaha negara dan perkara di bidang lainnya, tetapi biro hukum atau bagian hukum dalam perkara ini berbeda kewenangan dengan perkara pidana, karena dalam perkara perdata, perkara tata usaha negara dan perkara di bidang lainnya, biro hukum atau bagian hukum diberikan kewenangan sama halnya seperti kuasa hukum.

Dalam perkara perdata dan perkara di bidang lainnya terdapat perbedaan dengan perkara pidana karena dalam perkara pidana dijelaskan bahwa perkara yang ditangani adalah perkara yang menyangkut terkait pelaksanaan kedinasan sedangkan dalam perkara perdata tidak disebutkan sehingga menimbulkan pertanyaan apakah pemerintah daerah dapat melaksanakan kewenangan penanganan perkara perdata dalam urusan pribadi atau tidak terkait dengan tugas kedinasan.

Selain itu dalam perkara pidana pun terdapat hal yang rancu mengenai boleh atau tidaknya pendampingan perkara yang menyangkut dugaan tindak pidana korupsi karena jika diartikan maksud dari pelaksanaan tugas kedinasan bisa sangat umum dan luas. Satu sisi tindak pidana korupsi merupakan bentuk kejahatan penyelewengan keuangan negara/daerah, namun di sisi lain banyak kasus pegawai menjadi tersangka korupsi akibat kesalahan administrasi. Dalam hal ini batasan pemerintah daerah dapat memberikan bantuan hukum kepada pegawai belum dirumuskan dalam permendagri tersebut.

Menurut penulis karena tidak diatur dengan jelas dan lengkap dalam peraturan tersebut, sembari menunggu kemungkinan revisi peraturannya perlu ada kebijakan daerah untuk menerapkan pelaksanaan peraturan tersebut seobjektif mungkin sehingga pelaksanaan bantuan hukum di daerah sesuai dengan rasa keadilan.

Walaupun permendagri tersebut tidak memberikan kewenangan kepada daerah untuk menyelesaikan perkara litigasi bagi masyarakat umum tetapi dalam Pasal 19 permendagri tersebut diberikan ruang bagi masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan hukum dalam bentuk non litigasi yang dapat difasilitasi oleh biro hukum atau bagian hukum, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 10, perkara-perkara non litigasi sendiri meliputi pengaduan hukum, konsultasi hukum dan penanganan unjuk rasa.

Dalam pengertiannya pengaduan hukum merupakan masalah yang disampaikan oleh masyarakat dan/atau pemerintah daerah untuk difasilitasi oleh pemerintah daerah melalui biro hukum atau bagian hukum. Konsultasi hukum merupakan permohonan masukan dan saran yang disampaikan oleh masyarakat dan/atau pemerintah daerah untuk dapat difasilitasi pemerintah daerah melalui biro hukum atau bagian hukum. Sedangkan penanganan unjuk rasa merupakan bentuk penjelasan hukum oleh pemerintah daerah melalui biro hukum atau bagian hukum kepada pengunjuk rasa.

Demikian uraian singkat terkait penanganan perkara yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah melalui biro hukum atau bagian hukum atau lembaga bantuan hukum sehingga diharapkan CPNS/PNS serta masyarakat dapat mengetahui peran pemerintah daerah baik tingkat provinsi maupun kabupaten kota dalam penanganan perkara hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Namun demikian pelaksanaan bantuan hukum di daerah tidak serta merta dapat dilaksanakan walaupun telah diberikan kewenangan oleh undang-undang dan permendagri karena setiap daerah tentu memiliki sumber daya manusia dan kemampuan keuangan daerah yang berbeda sehingga penerapannya pun berbeda pula yang mengakibatkan belum maksimalnya bantuan hukum itu sendiri di daerah.

DAN

Kuasa hukum dimaksud berarti orang yang mewakili kepentingan klien atau kepentingan orang/pihak lain di pengadilan. 

Secara umum, masyarakat mengenal kuasa hukum adalah advokat sebagaimana diatur dalam UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”). Dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c UU Advokat disebutkan salah satu syarat seseorang untuk dapat diangkat menjadi advokat adalah tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara. Dengan demikian, jika PNS ingin menjadi kuasa hukum mewakili kepentingan orang lain untuk berperkara di pengadilan, hal ini tidak dimungkinkan. Meski demikian, bukan berarti PNS sama sekali tidak bisa menjadi kuasa hukum untuk beracara di pengadilan.

 Jaksa sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dapat menjadi kuasa hukum di pengadilan. Hal ini diatur dalam Pasal 30 ayat (2) UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (“UU Kejaksaan”):

 “Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.”

Dengan kata lain, Jaksa dengan kuasa khusus dapat menjadi kuasa hukum dari Negara Republik Indonesia atau Pemerintah Republik Indonesia dalam hal negara atau pemerintah menjadi pihak dalam perkara perdata atau tata usaha negara.

Selain Jaksa sebagaimana disebutkan dalam Pasal 30 ayat (2) UU Kejaksaan, Pegawai Negeri Sipil yang juga dapat menjadi kuasa hukum adalah Biro Hukum Pemerintah atau orang tertentu yang ditunjuk oleh instansi yang bersangkutan. Seperti disebutkan dalam buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Buku II tahun 2004 (hal.112) bahwa Kuasa/Wakil Negara/Pemerintah dalam suatu perkara perdata berdasarkan Staatsblad 1922 No.522 dan Pasal 123 ayat (2) HIR adalah:

1. Pengacara Negara yang diangkat oleh Pemerintah;

2. Jaksa; atau

3. Orang tertentu atau pejabat-pejabat yang diangkat/ditunjuk oleh instansi-instansi yang bersangkutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun