Mohon tunggu...
primus nahak
primus nahak Mohon Tunggu... Mahasiswa - 1322300033

Magister ilmu hukum universitas 17agustus 1945 surabaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pendekatan dan Konsep Judicial Restraint

30 Juni 2024   01:00 Diperbarui: 30 Juni 2024   11:26 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Logika dan penalaran merupakan bagian paling penting dalam membangun sebuah argumentasi hukum yang baik. Penalaran hukum telah berkembang dengan berbagai pendekatan yang sangat beragam sehingga dalam penalaran atau argumentasi hukum merupakan kegiatan berpikir yang problematis dan tersistematis. Sejauh yang kita amati Bersama-sama bahwa dalam media-media nasional, salah satu isu yang diperbincangkan oleh berbagai pemerhati hukum di Indonesia adalah terkait dengan perihal pendekatan judicial restraint yang dilakukan oleh Lembaga peradilan. Khususnya, Mahkamah Konstitusi dalam memutus sebuah perkara.

Secara sederhana, pendekatan dengan judicial restraint merupakan sebuah prinsip-prinsip yang lahir dan berlandaskan pada demokrasi dari tradisi hukum amerika serikat. Menurut James B. Tahyer judicial restraint, sebagai prinsip tertinggi dari teori hukum ketatanegaraan. Prinsip tersebut menolak kedudukan peradilan sebagai Lembaga utama dalam system politik dalam sebuah negara.

Jika melihat dari uraian diatas, pendekatan judicial restraint adalah akar dari demokrasi. Hanya saja, ada sebuah penekanan pada pendekatan tersebut. Sehingga bagaimana penerapan konsep judicial restraint dalam praktik kekuasaan kehakiman di Indonesia.

Fungsi Judicial Restraint adalah suatu prinsip yang mengharuskan pengadilan atau mahkamah untuk menahan diri untuk membuat putusan yang bersinggungan dengan kewenangan legislatif dan muncullah salah satu istilah yang dikenal dengan judicial restraint yang artinya "pembatasan atau pengekangan hakim/pengadilan.

Tujuan Hukum adalah semata-mata untuk mencari keadilan. Sedangkan konsep keadilan yang digunakan adalah konsep keadilan sebagai kejujuran, jadi prinsip keadilan yang paling adil itulah yang dipedomi.

*Karakteristik judicial restraint atau lebih menekankan pada Lembaga peradilan untuk membatasi diri agar tidak mencampuri urusan kewenangan legislatif, eksekutif dan Lembaga yudikatif. Sehingga terkesan tidak mengadili maupun dalam membuat suatu kebijakan yang jelas bukan ranah atau kewenangannya. Oleh karena itu, pendekatan ini menilai bahwa Lembaga peradilan bukan pemeran utama dalam relasi struktur dan politik sosial. Sehingga lebih dominan pada institusi yang mencerminkan representasi rakyat.

Ada beberapa kategori dalam pendekatan judicial restraint adalah

      a. Formalism, merupakan suatu pendekatan secara tegas bahwa hakim hanya menjalankan perintah UU dan tidak membuat UU.

     b. Proses jurisprudence, merupakan kedudukan hakim yang tidak mempunyai kewenangan dalam membuat suatu kebijakan atau Keputusan

    c. Constitusional restraint, hakim sangat sulit menyatakan inkonstitusional atas tindakan yang dilakukan legislative maupun eksekutif dalam membuat UU.

Pendekatan ini memang sangat diperlukan sebagai bentuk keaktifan hakim dalam menggunakan metode penemuan hukum untuk menjawab isu-isu hukum, sehingga melalui pertimbangan hukum dalam putusannya, hakim dapat memberikan nilai-nilai keadilan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Demikian terdapat tiga kekuasaan yang harus saling menghormati terhadap batasan-batasan kewenangan masing-masing Lembaga, yakni, kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan untuk melaksanakan Undang-undang, kekuasaan legislatif adalah kekuasaan untuk membuat atau merumuskan Undang-undang dan menjalankan fungsi peraturan, dan, kekuasaan yudikatif adalah untuk menghakimi pelaksanaan Undang-undang atau aturan lainnya.

*Berdasarkan penerapan konsep judicial restraint dalam praktik sering dijumpai dalam pertimbangan hukum MK yang dipertegas dengan penjelasan bahwa dalam menjalankan kewenangan menguji Undang-undang terhadap UUD NRI 1945 berperan sebagai negative legislator. Namun, dalam perkembangannya seringkali MK dalam melakukan putusannya justru merumuskan kaedah norma hukum baru ataupun masuk ke ranah opened legal policy yang menjadi kewenangan legislatif, maka judicial restraint dapat diterapkan.

Salah satu konsep judicial restraint di MK dimana MK menahan diri untuk tidak terlalu campur tangan dalam mengambil kebijakan atau Keputusan yang dibuat oleh Lembaga eksekutif atau legislatif. Demikian konsep ini menganut pemisahan kekuasaan diantaranya Lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif harus saling menghormati batasan kewenangan masing-masing karena sangat penting untuk menjaga keseimbangan kekuasaan antar cabang pemerintah dan memastikan bahwa keputusan yang dikeluarkan MK tidak bersifat berlebihan. Oleh karena itu, badan peradilan harus mengedepankan reticence yang berarti diam atau hakim harus berhati-hati dalam berananlogi untuk mengisi kekosongan hukum yang ada. Hal ini juga berarti bahwa MK harus berhati-hati dalam melakukan penafsiran dan tidak melanggar prinsip pemisahan kekuasaan, harus berpegang teguh pada sistem hukum Indonesia dan harus berdasarkan Undang-undang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun