Mohon tunggu...
Muslimin Beta
Muslimin Beta Mohon Tunggu... wiraswasta -

Seorang pemulung ilmu yang tinggal di SWIS (Sekitar Wilayah Sudiang),Makassar. Penggemar Sepakbola, blogger, peneliti, aktivis NGO, punya bisnis jaringan dan seorang citizen reporter yang berafiliasi pada organisasi Aliansi Penulis-Pewarta Warga Indonesia (APPWI), www.appwi.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Sisi Lain dari Acara Orpadnas PWI Sulsel

30 Juli 2011   01:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:15 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Pada hari Rabu, 27 Juli 2011 saya menghadiri sebuah acara yang digelar PWI cabang Sulawesi Selatan bernama "Orientasi Kewaspadaan Nasional" (Orpadnas) dirangkaikan dengan penyegaran jurnalistik bagi anggota PWI Sul-sel dan calon anggota PWI Sulsel. Acara yang rencananya digelar selama dua hari, kemudian dipersingkat menjadi hanya satu hari di Gedung PWI Sulsel lantai 2 di jalan AP Pettarani, Makassar.

Beberapa pembicara pada kegiatan Orientasi Kewaspadaan Nasional adalah para birokrat nomor satu pada lembaga negara ditingkat provinsi, seperti Ketua DPRD Sulsel, Sekretaris Provinsi Sulsel, Kapolda Sulsel dan Komandan Kodam VII WIrabuana serta seorang akademisi dari Universitas Muhammadiyah, Makassar Arwan Azikin, S.Sos, M.Si. Sementara pada sesi penyegaran jurnalistik tampil tiga orang pengurus PWI SUlsel yang pernah menjadi peserta Diklat Jurnalistik Dewan Pers di Jakarta, seperti Andi Rivai Mannangkasi, Yonatan dan Nur Syam.

Saya pertama kalinya merasakan interaksi dengan banyak wartawan pada sebuah kegiatan. Karena tidak pernah bergaul sebelumnya, saya terkaget-kaget dengan nama-nama media yang diwakili para peserta kegiatan tersebut. Sebutlah ada media bernama Makassar Pena, Buser, Borgol dan sebagainya. Nama-nama media tersebut saya dengar ketika para peserta mengajukan pertanyaan atau pernyataan dengan menyebut nama medianya. Yang menjadi pertanyaan dalam benak saya, bagaimana mereka menghidupi medianya dan berapa kali terbit dalam sebulan atau setahun.

Tanpa bermaksud berburuk sangka, banyak media yang muncul di era reformasi dalam menghidupi para wartawannya dengan mengandalkan amplop dari narasumber. Dengan hanya berbekal kartu pers atau kartu anggota organisasi pers, wartawan bisa menghidupi dirinya dengan berharap amplop dari para narasumber atau obyek yang diberitakan. Modus lainnya adalah dengan "memaksa" instansi pemerintah tertentu untuk menjadi pelanggan medianya, sekalipun instansi tersebut tidak membutuhkan berita-berita dari media tersebut.

Semoga anggota PWI Sulsel terjauh dari perilaku wartawan-wartawan amplop yang hanya mencari hidup dari media tanpa memperhatikan isi pemberitaan dan manfaatnya dalam pembangunan nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun