[caption id="attachment_88141" align="alignright" width="350" caption="PSM pada sebuah laga bersejarah melawan Persebaya tahun 1940"][/caption] Cuaca cerah di seantero Makassar, Minggu (30/01/11) kemarin saat PSM Makassar menjamu Aceh United di Stadion Mattoanging, Makassar. PSM Makassar pada laga kandang perdana di Liga Primer Indonesia (LPI) berhasil mengjungkal lawannya dengan skor meyakinkan 3 – 0 tanpa balas. Para pencetak gol bagi PSM adalah Mitrovic, Rahmat dan Marwan Sayedeh semuanya pada babak pertama. Sementara pada babak kedua, tidak ada satu pun gol tercipta dari kedua kesebelasan.
Menyaksikan pertandingan dari tribun tertutup bagian selatan, serangan-serangan PSM pada babak pertama sangat menghibur. Pada babak awal, saya tidak memalingkan perhatian selain pada pertandingan termasuk pada snack yang menjadi pendamping setia. Pemain-pemain PSM mampu memainkan sepakbola cantik dengan umpan-umpan terukur dan penguasaan bola yang sempurna. Kiper Aceh United, Herman Batak yang bertekad menghalau tendangan ke gawangnya oleh rekan-rekan mantan klubnya di PSM tak mampu dibuktikannya. Tiga gol bersarang di gawangnya semuanya dilesakkan pemain PSM pernah berlaga di ISL.
Pada jeda masa istirahat, Ketua Umum PSM Makassar tampil dihadapan penonton stadion memberikan sambutan singkat. Namun saya tidak antusias menyambutnya karena kecewa dengan sikapnya yang memundurkan PSM dari ISL yang sementara bertengger di papan atas klasemen sementara musim 2010/2011. Satu ungkapan yang sempat saya dengar dari mulut Walikota Makassar itu mengatakan bahwa PSM tidak didanai lagi oleh APBD Kota Makassar.
Meski tidak didanai APBD Kota Makassar, namun saya melihat pengelola PSM PL tidak kreatif mencari dana. Terbukti dari billboard di pinggir lapangan stadion sangat minim. Terhitung hanya sekitar empat perusahaan yang menaruh iklannya, yakni Tribun Timur, Coca Cola, Kresna dan Bosowa. Apalagi suasana stadion tidak begitu ramai di kursi tribun tertutup maupun di tribun terbuka sehingga pemasukan bagi PSM sepertinya tidak maksimal dari sponsorship dan tiket karcis. Jadi terkesan, pengelola PSM justru memindahkan ketergantungan dari ketergantungan pada APBD kepada ketergantungan pada Konsorsium LPI. Apakah ini yang sebut kemandirian klub, namun faktanya terjadi ketergantungan baru?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H