Mohon tunggu...
Prima Widhi
Prima Widhi Mohon Tunggu... Undergraduate Sociology Student at UGM

Memiliki ketertarikan pada bidang politik dan sosial

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Aplikasi X Sebagai Media Menyuarakan Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus

21 Januari 2024   21:49 Diperbarui: 21 Januari 2024   21:52 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Beredarnya kasus kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi menjadi salah satu topik yang hangat diperbincangkan beberapa tahun terakhir. 

Pada tahun 2015 sampai 2020 laporan tercatat dalam Komnas Perempuan bahwa adanya jumlah 88% kasus kekerasan seksual yang diadukan dan 27% diantaranya adalah kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi (Kemdikbud, 2023). 

Selain bukti tersebut dilansir dalam aplikasi X banyak pengguna yang menyuarakan mengenai pengalamannya terhadap isu kekerasan seksual yang mereka alami di dalam lingkungan kampus ataupun sekadar menanggapi tweet yang berisi kasus kekerasan seksual di kampus pengguna tersebut. Karena tidak bisa dipungkiri pada zaman digital saat ini terdapat berbagai macam cara untuk melaporkan laporan kekerasan seksual, salah satu diantaranya yaitu dengan menyuarakannya pada platform media sosial yang bernama aplikasi X. 

Dari paparan diatas maka tulisan ini akan mengambil perspektif dari sisi media sebagai ruang aman yaitu sebagai platform untuk melakukan speak up mengenai kasus kekerasan seksual. 

X merupakan media sosial yang memberikan wadah kepada penggunanya untuk berkomunikasi secara virtual seperti menuangkan keluh kesah pribadi, mencari teman adapun untuk menyebarkan sebuah informasi. Anonimitas juga merupakan sebuah opsi sebagai pengguna X yang tidak harus mencantumkan data pribadinya kepada khalayak umum. 

Dengan adanya platform X maka semua orang bebas untuk mengutarakan pengalamannya di dalam aplikasi tersebut, salah satunya adalah pengguna yang speak up mengenai kasus kekerasan seksual yang dialaminya lewat aplikasi X secara anonim. 

Dengan adanya sifat anonimitas dan peluang meraih engagement yang tinggi maka korban memilih untuk speak up dalam aplikasi X karena terdapat beberapa faktor mengapa kebanyakan korban dari kekerasan dan pelecehan seksual tidak mampu bercerita di lingkungan sosial yaitu tidak adanya ruang bagi mereka untuk bercerita, karena takut diasingkan, adanya victim blaming atau penyalahan terhadap korban, tidak adanya perlindungan dan lain sebagainya (Rahayu, 2022)

Melihat langsung contoh fakta yang terjadi di dalam aplikasi X sebagai media yang digunakan penggunanya untuk menyuarakan kasus kekerasan seksual dapat ditinjau dari akun X @itbfess. Terdapat sebuah menfess berisi pengaduan yang bersifat anonim mengenai pelecehan seksual yang mahasiswi tersebut alami di dalam lingkungan kampus ITB, tweets tersebut diunggah pada 20 September 2023. 

Diungkapkan bahwa mahasiswi anonim tersebut mengalami tindakan pelecehan seksual oleh seorang mahasiswa ITB karena kata teman mahasiswi tersebut Ia memakai pakaian mode crop top di area kampus yang dianggap bisa mengundang terjadinya tindakan kekerasan seksual. Korban tersebut mengatakan bahwa Ia takut akan adanya victim blaming dan juga karena ketimpangan kuasa antara korban dan pelaku yang pelakunya memiliki image atau branding baik dalam lingkungan kampus ITB, selain itu korban tidak mengetahui harus melapor kepada siapa karena minimnya informasi yang korban ketahui mengenai program pelaporan kekerasan seksual di kampus ITB.

Tanggapan pengguna X terhadap menfess yang berisi kasus kekerasan seksual tersebut sangat beragam tetapi sifatnya mendukung korban kekerasan seksual tersebut, seperti reply yang di-tweet oleh akun @theaudact yang mencoba membantu korban dengan menyarankan agar korban melaporkan kasus ini kepada akun @hopehelps.itb

Tanggapan lain banyak berisi reply dan quotes tweets yang menyalahkan teman korban karena temannya menyalahkan mode pakaian crop top yang dipakai korban di dalam area kampus. Dengan dicakupnya audiens yang luas, tweets tersebut juga mengundang banyak pengguna yang mendukung korban agar kasus ini bisa ditindaklanjuti oleh pihak berwajib.

Data penelitian kami justru menunjukkan perempuan penyintas kekerasan seksual di Indonesia membagikan pengalaman kelamnya di Twitter dan Facebook untuk mencari tempat nyaman berbagi ketakutan, kekhawatiran, kesedihan dan kemarahan (Triastuti, 2022). Mengenai media sosial sebagai ruang aman dalam konteks kasus kekerasan seksual dari salah satu tweets @itbfess merupakan salah satu faktor mengapa korban memilih untuk speak up melalui aplikasi X. Disebut sebagai ruang aman untuk menyuarakan kekerasan seksual karena terdapat beberapa alasan dibaliknya:

  1. Bersifat anonim, berlindung di balik sebuah anonimitas dan sebuah base di X dapat membuat korban merasa aman dari intimidasi relasi kuasa yang diberikan oleh pelaku

  2. Korban mendapatkan dukungan, diantaranya moral dan social support yang diberikan oleh pengguna X lainnya melewati kolom reply seperti berbagi informasi mengenai pihak terkait yang dapat dijadikan tempat untuk melaporkan kasus kekerasan seksual tersebut

  3. Target audiens yang luas, kasus tersebut di tweets pada akun @itbfess yang memiliki pengikut mencapai angka 92.000 dan merupakan akun yang verified, faktor tersebut memungkinkan untuk meraih audiens yang luas dibuktikan dengan fitur X yang memperlihatkan bahwa engagement pada tweets tersebut mencapai pada 91.000 penayangan, dengan diraihnya banyak audiens dapat membantu korban untuk mendapatkan bantuan dalam menangani kasus tersebut

  4. Viral, tidak bisa dipungkiri bahwa jika ada sebuah kasus viral maka kasus tersebut akan cepat ditanggapi dan  mendapat penanganan dari pihak berwajib

Pada era digitalisasi saat ini banyak orang lebih memilih untuk menyuarakan pengalaman kekerasan seksualnya dengan perantara media sosial pada aplikasi X, selain dapat diakses oleh siapa saja dan di mana saja respon yang didapatkan pun sesuai dengan harapan korban yaitu seperti mendapat bantuan dan feedback yang positif oleh pengguna lain. 

“Social support is information from others that one is loved and cared for, esteemed and valued, and part of a network of communication and mutual obligation” (Siegel dalam Taylor, 1999). 

Berdasarkan ungkapan Siegel tersebut dikarenakan adanya social support yang korban dapatkan setelah menyuarakan kasus kekerasan seksualnya melalui aplikasi X yang tidak korban dapatkan di kehidupan nyatanya memperlihatkan efektivitas dari peran media sosial X dalam membantu menyuarakan kasus kekerasan seksual yang dialami oleh seseorang. 

Ditinjau dari data-data tersebut sebuah base X yang berbasis pada sebuah kampus seperti @itbfess juga dapat membantu untuk menyuarakan kekerasan seksual yang dialami oleh civitas kampus tersebut karena pengikut dari base tersebut dominasinya adalah civitas dari kampus tersebut sendiri sehingga berpotensi untuk memudahkan kelancaran penindaklanjutan kasus. 

Kesimpulannya, social support yang korban dapatkan melalui base berbasis kampus pada aplikasi X mempengaruhi peran X sebagai media untuk menyuarakan kekerasan seksual yang terjadi di dalam lingkungan kampus.

DAFTAR PUSTAKA

Chowdhury, A. G., Sawhney, R., Mathur, P., Mahata, D., & Shah, R. R. (2019, June). Speakup, fight back! detection of social media disclosures of sexual harassment. In Proceedings of the 2019 conference of the North American chapter of the Association for Computational Linguistics: Student research workshop (pp. 136-146)

Kemdikbud. (2023, January 19). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan » Republik Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan » Republik Indonesia. Retrieved October 1, 2023.

Khairina, D., & Triastuti, E. (2021, May). Trust-Building and Social Support in the Online Social Movement Among Victims of Sexual Violence. In Asia-Pacific Research in Social Sciences and Humanities Universitas Indonesia Conference (APRISH 2019) (pp. 99-106). Atlantis Press.

Shepherd, A., Sanders, C., Doyle, M., & Shaw, J. (2015). Using social media for support and feedback by mental health service users: thematic analysis of a twitter conversation. BMC psychiatry, 15, 1-9.

Sosiawan, E. A. (2020). Penggunaan situs jejaring sosial sebagai media interaksi dan komunikasi di kalangan mahasiswa. Jurnal Ilmu Komunikasi, 9(1), 60-75.

Triastuti, E. (2022, January 12). Penyintas kekerasan seksual menemukan ruang aman, dukungan, dan penghiburan di media sosial. The Conversation. Retrieved October 1, 2023.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun