Mohon tunggu...
Prima Tama Setyasa
Prima Tama Setyasa Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Antara Pencemaran Udara dan Pencemaran Nama Baik

5 Januari 2015   12:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:47 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam hubungannya dengan mobilitas penduduk Indonesia

Tahun 2014 merupakan tahun ke-69 semenjak Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Yap, benar sekali. Pasca hari kebebasan segenap penduduk pribumi yang telah menginjak hampir tujuh dekade ini, banyak hal yang telah dilewati oleh bangsa Indonesia, baik masa-masa sulit dan penuh perjuangan maupun saat-saat manis yang pantas untuk dibanggakan.

Layaknya dua wajah dalam satu tubuh. Satu wajah berwarna hitam, satu lagi wajah berdasar warna putih. Negara Indonesia seolah - olah memiliki kelihaian yang sama kuatnya dalam dua aspek sekaligus. Di satu sisi, Indonesia berhasil membuat negara lain gigit jari karena iri dengan potensi luar biasa yang dimiliki negara kita. Di sisi lain, kita sebagai warga negaranya, tak jarang justru menanggung malu karena berbagai masalah intern dalam negeri yang memprihatinkan.

Dengan semakin mapannya peradaban manusia di abad ke-21 ini, umat manusia tak pelak telah digiring masuk menuju era revolusioner yang secara sadar mengarahkan kita pada sebuah kemajuan.

Namun, di tengah kemudahan ini, semakin lama ekonomi global mulai menampakkan kelimbungannya dan kesenjangan ekonomi antar negarapun secara perlahan mulai melebar. Inilah yang melatarbelakangi terbentuknya The Group of Twenty (G-20) Finance Ministers and Central Bank Governors atau Kelompok Dua Puluh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral, dan menempatkan Indonesisa sebagai salah satu anggotanya. Sesuai namanya, G-20 terdiri atas 19 negara dan satu organisasi internasional yang memiliki perekonomian terbesar di dunia. Keterlibatan Indonesia di kancah internasional sejak pembentukannya pada tahun 1999 ini merupakan salah satu prestasi negara kita yang seharusnya bisa kita apresiasi, karena Indonesia dirasa memiliki potensi dan mampu mewakili ratusan negara lain di dunia ini dalam bidang ekonomi.

Pencapaian tersebut pastinya tak lepas dari aktivitas dan mobilitas penduduk Indonesia yang bisa dikatakan semakin progresif dan produktif. Setiap pergerakan penduduk yang sesuai dengan rencana dan kebijakan kependudukan pemerintah tentu akan menciptakan negara yang lebih baik. Dinamisnya pergerakan penduduk Indonesia ini tentunya sangat berkaitan erat dengan perkembangan jaman, terutama teknologi yang canggih. Salah satu faktor pendorong mobilitas penduduk adalah tersedianya teknologi yang memadai, terutama terkait sarana transportasi. Alat transportasi yang sudah seperti “kaki” kita untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain, merupakan kebutuhan primer yang sangat mempengaruhi kinerja kita dalam melakukan pekerjaan. Jadi, bisa dikatakan bahwa transportasi turut memiliki andil yang cukup besar atas segala potensi Indonesia di bidang ekonomi.

Namun, apakah moncernya mobilitas ini memiliki dampak negatif ? Apakah harus ada yang dikorbankan untuk sebuah kegemilangan? Jika melihat kondisi negara kita saat ini, jawabannya adalah iya. Memang benar bahwa pergerakan aktivitas penduduk Indonesia saat ini telah menyebabkan dampak negatif yang memakan korban yang tak sedikit, yaitu dalam bentuk gas berbahaya yang sangat mematikan berupa pencemaran udara. Menurut World Resources Institute, Indonesia berada di peringkat 6 dunia sebagai penghasil emisi karbon (CO2) tertinggi di tahun 2014. Dan dari penelitian yang telah dilakukan, sumbangan terbesar pencemaran udara di Indonesia adalah emisi gas buang dari kendaraan bermotor, yaitu sekitar 85%. Di hampir seluruh kota di Indonesia, kita sering melihat tiap orang mengendarai satu kendaraan (one man one car / one man one motorcycle). Maka tak heran, jika semenjak pagi hari di kota-kota besar seperti Surabaya, Jakarta, dan Bandung kita sudah menemui kepulan asap hasil buangan kendaraan bermotor.

Namun, rupanya nasib baik menghampiri bangsa kita, karena akhir-akhir ini, ada satu langkah solutif yang bisa dijadikan sebagai kabar gembira bagi permasalahan ini. Dengan makin boomingnya gerakan bebas polusi dan penghematan energi, muncul sebuah gagasan untuk memanfaatkan alat transportasi masal yang ramah lingkungan, seperti bus listrik. Asal kebijakan ini tidak menghambat arus mobilisasi penduduk Indonesia dan menahan laju ekonomi negara secara keseluruhan, Indonesia rupanya perlu mematangkan dan mulai menerapkan kebijakan transportasi masal ini. Dengan begitu, baik pencemaran udara yang sudah melekat dengan kehidupan kita sehari-hari, maupun pencemaran nama baik yang akan ditanggung oleh Indonesia apabila menurunkan derajat ekonominya, dapat terhindarkan. Sisi hitam wajah Indonesiapun sedikit demi sedikit akan luntur menjadi putih seluruhnya.

Dan sebagai penduduk Indonesia, yang perlu kita lakukan adalah membuang jauh-jauh image negatif transportasi masal yang sudah melekat di pikiran kita, percaya pada kebijakan negara, serta ikut membantu mengurangi tingkat pencemaran udara di lingkungan sekitar tanpa harus mengurangi kualitas diri kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun