Bagaimana situasi pandemi Covid-19 saat ini?
Analoginya seperti ini: bayangkan api yang mengamuk begitu lama sehingga pohon-pohon terbakar. Pohon-pohon tersebut kemudian tumbuh kembali. Tak lama kemudian, beberapa titik api kembali menyala dan membakar habis semuanya. Bayangkan api di mana air berhenti bekerja. Begitulah situasi dengan COVID-19 hari ini.
Varian baru Omicron mampu 'membakar' orang yang sudah terinfeksi dan bisa membakar orang yang sudah divaksinasi.  Pandemi  COVID-19 dapat mengamuk kembali, mengakibatkan ribuan orang meninggal dunia, seperti yang pernah kita alami belum lama ini.
Omicron itu Flu Biasa yang Jinak Hanya Mitos
Saat ini, banyak orang percaya varian Omicron tidak seganas varian Delta. Mitos Omicron itu jinak pertama kali datang dari pernyataan Dr Angelique Coetzee, Ketua Asosiasi Medis Afrika Selatan -- tempat di mana varian Omicron pertama kali ditemukan. Ketika diwawancarai beberapa media internasional, Coetzee mengulangi kalimat bahwa dia "melihat gejala yang sangat, sangat ringan dan sejauh ini tidak ada pasien yang dirawat di operasi." Dia terus menggunakan kata-kata "sangat ringan" dan menentang segala jenis pembatasan.
Masalahnya adalah, Dr. Angelique Coetzee mengeluarkan pernyataan tanpa dasar ilmiah. Dia hanya berbicara tentang kondisi pasien di tempatnya, bukan berdasarkan penelitian yang intensif -- setidaknya untuk mengetahui sejauh mana efek penularan Omicron terhadap orang-orang dengan rentang umur yang berbeda dan faktor  lainnya.
Terhadap pernyataan Coetzee yang kemudian memengaruhi banyak orang hingga percaya Omicron itu jinak, Stephene Bancel, CEO perusahaan vaksi Moderna meminta agar semua pihak tidak lengah terhadap Omicron. Bancel telah memperingatkan bahwa populasi penduduk Afrika Selatan lebih muda dan lebih sehat daripada kebanyakan - dan jadi apa pun data yang keluar akan miring, dan tidak boleh hanya diekstrapolasi.
"... gejala omicron yang dilaporkan di Afrika Selatan mungkin bukan prediktor yang baik dari virulensi varian di bagian lain dunia, karena negara tersebut memiliki populasi yang jauh lebih muda dan lebih sehat daripada negara-negara Eropa dan AS."
Bancel berbicara seperti itu bukan lantaran dia CEO perusahaan yang memproduksi vaksin (sejauh ini, banyak asumsi negatif terhadap produsen vaksin). Penelitian terbaru menunjukkan hasil Omicron tidak sejinak yang kita kira.
Risiko Infeksi Omicron Lebih Besar Daripada Varian Delta
Menurut para peneliti dari Imperial College London, "Studi ini tidak menemukan bukti Omicron memiliki tingkat keparahan yang lebih rendah daripada Delta, dinilai dari proporsi orang yang dites positif yang melaporkan gejala, atau dengan proporsi kasus yang mencari perawatan di rumah sakit setelah infeksi."
Lebih lanjut, peneliti Imperial College mengingatkan bahwa varian Omicron bisa menyerang individu yang sudah divaksin, bahkan kepada yang sudah mendapat suntikan booster sekalipun.
"Risiko infeksi ulang dengan varian Omicron adalah 5,4 kali lebih besar daripada varian Delta. Ini menyiratkan bahwa perlindungan terhadap infeksi ulang oleh Omicron yang diberikan oleh infeksi masa lalu mungkin serendah 19%.
"Para peneliti menemukan peningkatan risiko yang signifikan untuk mengembangkan kasus Omicron simtomatik dibandingkan dengan Delta bagi mereka yang dua minggu atau lebih melewati dosis vaksin kedua mereka, dan dua minggu atau lebih melewati dosis booster mereka (untuk vaksin AstraZeneca dan Pfizer)."
Profesor Neil Ferguson dari Imperial College London menyimpulkan, "Studi ini memberikan bukti lebih lanjut tentang sejauh mana Omicron dapat menghindari kekebalan sebelumnya yang diberikan oleh infeksi atau vaksinasi. Tingkat penghindaran kekebalan ini berarti bahwa Omicron menimbulkan ancaman besar dan segera bagi kesehatan masyarakat. "
Tetap Waspada, Mari Belajar dari Kasus Varian Delta
Jadi, jangan menganggap remeh Omicron. Gagasan bahwa itu Omicron itu " ringan" atau jinak adalah mitos, yang sayangnya telah menyebar lebih jauh dan lebih cepat daripada varian itu sendiri.
Omicron juga bukan jenis penyakit flu biasa. Omicron adalah Covid-19 itu sendiri. Omicron mungkin menghasilkan gejala yang lebih ringan pada orang dengan sistem kekebalan yang kuat. Namun sampai berapa lama sistem kekebalan tubuh mampu menahan serangan Omicron karena penelitian membuktikan perlindungan dari infeksi simtomatik telah menurun drastis bahkan jika kita sudah mendapat suntikan booster.
Mari kita belajar dari kasus Covid-19 pertama kali, ketika kita menganggap remeh gejala dan penularannya. Omicron mungkin menjadi "lebih lembut" daripada Delta, tetapi itu tidak berarti banyak, mengingat Delta telah membunuh jutaan orang dalam waktu kurang dari setahun.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI