Beberapa pengguna NFT mengklaim bahwa membeli aset NFT DAPAT bernilai karena pencipta karya seni di NFT memberikan hak ciptanya. Tapi, hak cipta NFT sama palsunya dengan nilai kelangkaan yang diciptakannya.
Perihal konsep kepemilikan hak cipta karya di NFT mirip dengan hak kepemilikan website. Selama ini kita cenderung menganggap bahwa website pribadi yang sudah kita bangun adalah hak milik kita. Hanya lantaran kita sudah membayar nama domain dan web hosting lantas kita merasa sudah memiliki website tersebut secara keseluruhan. Kenyataannya, konsep kepemilikan sebuah website adalah hal yang kompleks.
Sebuah website merupakan kumpulan dari bagian-bagian yang terpisah, yang kemudian dirakit dan disatukan hingga membentuk sebuah website. Kita tidak bisa mengklaim semua hal yang ada pada website kita menjadi hak milik pribadi. Karena pada dasarnya kita cuma memiliki hak atas sebagian kecil saja dari sebuah website yang sudah kita bangun.
Hak milik kita hanya terdapat pada konten tulisan, konten visual, dan desain antar muka, jika dan hanya jika ketiga bagian tersebut kita kerjakan atau kita buat sendiri atau membayar orang lain untuk mengerjakannya bagi kita.
NFT bukanlah bagian dari konten itu sendiri, melainkan hanyalah sebuah kode yang mendefinisikan kepemilikan, yang seringkali hanya menunjuk ke sebuah URL.Â
Pembeli NFT mungkin berasumsi bahwa dia membeli konten dasar yang terkait dengan NFT; namun, pada kenyataannya, pencipta asli masih merupakan pemilik hak cipta, dan memiliki hak eksklusif untuk menyalin, mendistribusikan, memodifikasi, menampilkan secara publik, dan menampilkan konten tersebut secara publik.
Selain itu, NFT tidak didukung oleh undang-undang digital baru atau khusus saat ini. Belum ada satu pun undang-undang digital yang mengatur hak kepemilikan NFT atau nilai-nilai khusus yang terdapat di dalamnya.Â
NFT Hanya Permainan Jutawan Kripto
Booming NFT terjadi tak lain karena efek samping pandemi Covid-19 yang melanda di hampir semua belahan dunia. Jumlah perhatian yang diberikan pada NFT meledak selama pandemi, dan bukan ketika teknologi itu diperkenalkan ke publik yang lebih luas pada tahun 2017 lalu.
NFT tak lain hanya permainan segelintir jutawan yang bosan karna tidak punya tempat lain untuk menaruh uang kripto mereka saat mereka berlindung di rumah dari pandemi Covid-19. Mereka menciptakan NFT sebagai tempat penyimpanan nilai dari keuntungan kripto yang mereka dapatkan. Dan nilai itu hanya ada selama semua orang menari mengikuti musik.
Bagi siapa pun yang memperhatikan, jelas lagu itu telah mencapai bait terakhirnya. Sebagian besar start-up dan platform yang digunakan untuk menjual NFT saat ini tidak lebih inovatif daripada poster penjualan situs web acak mana pun. Start-up dan platform tersebut rawan terkena efek Rumah Kartu, yang ketika terkena getaran sedikit menjadi roboh. Dan ketika jatuh, tidak akan ada yang tersisa dari "penyimpan nilai" itu, selain halaman kesalahan 404.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H