Semua ini menunjukkan urgensi pentingnya meminimalkan terjadinya peningkatan suhu yang diakibatkan oleh efek  gas rumah kaca.
Dari sini kita tahu bahwa dampak perubahan iklim tidak dapat berhenti memburuk sampai jumlah keseluruhan gas rumah kaca di atmosfer berhenti meningkat. Dengan kata lain, konsumsi bahan bakar fosil---yaitu pembakaran batu bara, minyak, dan gas---harus cepat turun menuju nol. Dari sinilah kemudian kita mengenal istilah net-zero emissions (emisi nol bersih).
Urgensi Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca
Di bawah Perjanjian Paris (Paris Climate Accords atau Paris Agreement), negara-negara sepakat untuk membatasi pemanasan suhu jauh di bawah 2 derajat C (3,6 derajat F), idealnya hingga 1,5 derajat C (2,7 derajat F).Â
Menurut perhitungan ilmu pengetahuan, dalam skenario yang membatasi pemanasan hingga 1,5 derajat C, tingkat karbon dioksida (CO2) perlu mencapai nol bersih (net-zero) antara tahun 2044 dan 2052
Pada dasarnya, 'Emisi nol bersih' mengacu pada pencapaian keseimbangan keseluruhan antara emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dan emisi gas rumah kaca yang dikeluarkan dari atmosfer. Begitu kita berhenti memancarkan gas rumah kaca dari bahan bakar fosil, kita masih harus menangani semua emisi yang telah kita pompa ke atmosfer selama bertahun-tahun agar tercapai keseimbangan atau mengembalikan skala atmosfer kita sebelum terkena emisi gas rumah kaca. Itulah perbedaan antara nol dan nol bersih.
Untuk memenuhi tujuan nol bersih, emisi baru gas rumah kaca harus kita kendalikan serendah mungkin. Ini berarti bahwa kita perlu secara cepat menghapus bahan bakar fosil -- batu bara, minyak dan gas -- dan memulai transisi ke energi terbarukan.
Ambisi Pemerintah Indonesia Mewujudkan Net-Zero Emissions pada 2060
Pemerintah Indonesia sendiri mendukung penuh Perjanjian Paris dengan mewujudkannya dalam komitmen internasional dan perencanaan pembangunan yang ramah lingkungan.Â
Komitmen internasional tersebut dituangkan dalam Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia yang mencerminkan target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan upaya sendiri maupun 41% dengan dukungan internasional yang diharapkan dapat tercapai pada 2030.
Selain itu, pemerintah Indonesia juga sudah menyusun dokumen strategi jangka panjang atau long-term strategy on low carbon and climate resilience 2050 (LTS-LCCR 2050).Â
Mengutip dari kontan.co.id, dalam dokumen skenario jangka panjang ketahanan iklim 2050, pemerintah Indonesia menyebutkan bahwa nol-emisi bersih atau net-zero emissions akan tercapai pada "2060 atau lebih cepat".
Apa yang diharapkan pemerintah Indonesia dan negara-negara lainnya dalam aksi perubahan iklim ini sepatutnya kita dukung. Kalau bukan kita, penghuni bumi, siapa lagi yang akan menyelamatkan lingkungan tempat tinggal kita?