Salah satu aspek kunci dari tipe pemimpin yang baik adalah kemampuan untuk bersikap tegas dan tegas. Pemimpin yang baik harus tampil sebagai orang yang gigih, percaya diri, dan giat.Â
Pemimpin yang plin-plan dan yang tidak dapat meminta pertanggungjawaban anak buahnya atas apa yang mereka lakukan, tidak dianggap sebagai pemimpin yang efektif.Â
Para pemimpin membuat keputusan sulit untuk mendisiplinkan karyawan, dengan tegas membimbing perilaku mereka, dan bahkan memberhentikan anak buah yang gagal dari tugas mereka, jika perlu.
Dalam beberapa hal, seorang pemimpin yang baik juga harus dapat menjadi orang tua yang baik. Orang tua yang baik tidak bisa melepaskan perannya sebagai guru, pelatih, motivator, pendisiplin, dan pemandu perilaku yang tepat.Â
Orang tua mencatat kesalahan yang dilakukan anak-anaknya, dan terkadang menghukum, tetapi tidak pernah melupakan fakta bahwa ketika niat baik memerintah, satu-satunya cara adalah menunjukkan perilaku yang benar, mengamati, memberi umpan balik, memotivasi, dan memahami.Â
Memiliki kemampuan untuk memaafkan adalah aspek yang mengagumkan dari pola pengasuhan anak. Hal yang sama juga berlaku dalam kepemimpinan.Â
Kemampuan Memaafkan, Aspek yang Terlupakan dari Kepemimpinan yang Baik
Kemampuan memaafkan adalah satu aspek yang terlupakan dari kepemimpinan yang baik dan efektif, di luar kemampuan seorang pemimpin untuk mendisiplinkan karyawan dengan ketegasan sikap.
Bos yang baik harus memiliki kemampuan untuk menjadi manusiawi dalam melihat kesalahan anak buahnya, dan yang lebih penting lagi adalah kemampuan untuk akomodatif sehingga dapat menilai dan memilah, mana kesalahan yang patut mendapat hukuman dan mana kesalahan yang bisa dimaafkan.
Karena, tidak semua kesalahan dapat dimaafkan. Terkadang, seorang karyawan bisa membuat kesalahan yang begitu parah dan merugikan sehingga akan sulit untuk dimaafkan. Misalnya korupsi, atau melakukan tindak pidana kejahatan yang disengaja.
Terkadang, ada seorang karyawan yang sering melakukan kesalahan kecil tapi berulang. Dua macam kesalahan ini pantas mendapat ketegasan hukuman.Â
Meskipun kecil, suatu kesalahan yang terus diulang justru malah menceritakan sifat orang tersebut yang tidak mampu atau tidak mau belajar dari kesalahan sebelumnya, atau tidak bisa tumbuh berdasarkan pengalaman. Karyawan seperti ini tidak sepatutnya dipertahankan.
Ketika seorang karyawan membuat kesalahan, pemimpin yang baik harus mendasarkan tindakannya pada beberapa sikap berikut ini:
1. Jangan bertindak atau membuat keputusan karena dorongan kemarahan
Hal pertama yang sering dilakukan seorang manajer ketika mendapati anak buahnya melakukan kesalahan atau kegagalan kinerja adalah dengan mengungkapkan kemarahan.
Namun, bertindak impulsif tanpa memahami penyebab kegagalan dan kesalahan tersebut tidak akan membantu dalam memperbaiki situasi. Justru, tindakan impulsif ini akan mengakibatkan ketidakpuasan pekerja yang mungkin pula akan menular kepada pekerja lainnya.
Sebaliknya, pahami dulu penyebab kegagalan dan kesalahan tersebut dengan menanyakannya secara langsung kepada pekerja yang bersangkutan. Setelah mengetahui apa yang melatarbelakangi kesalahannya, barulah kita bisa mengambil keputusan yang tepat
2. Ekspresikan kesiapan untuk memaafkan
Ini adalah tanda dari karakter yang baik. Mengetahui bahwa kita sendiri tidak sempurna, menunjukkan kebajikan untuk memaafkan adalah elemen penting dari karakter kita sebagai seorang pemimpin.Â
Memiliki kerendahan hati untuk mengakui bahwa berbuat salah adalah manusiawi akan menunjukkan kemampuan berempati, dan akan membantu menempatkan segala sesuatunya ke dalam perspektif yang tepat.
3. Pahami bahwa memaafkan itu baik untuk kita
Dari sisi kesehatan mental, sikap memaafkan itu baik bagi setiap orang. Beberapa penelitian telah menunjukkan pengaruh positif yang kuat dari sikap memaafkan.Â
Satu studi melaporkan hubungan antara pengampunan dengan peningkatan ketenangan pikiran dan kebahagiaan, sementara kurangnya pengampunan dikaitkan dengan stres dan kecemasan.
Pahami bahwa memaafkan baik untuk budaya organisasi Anda. Sebuah studi telah menunjukkan nilai budaya organisasi di mana pengampunan adalah kebajikan yang dihargai. Tentu saja, bukan berarti semua kesalahan harus dimaafkan.Â
Namun harus dilihat dulu penyebab dan alasan di balik kesalahan tersebut. Memiliki budaya pemaaf berarti bahwa para pemimpin menggunakan kesalahan sebagai dasar untuk pengembangan dan pertumbuhan alih-alih balas dendam dan kemarahan.
4. Gunakan kesalahan sebagai momen pembelajaran
Kesuksesan berawal dari kesalahan yang diperbaiki. Latih karyawan tentang cara terbaik untuk mengakui kesalahan dan menawarkan cara untuk memperbaikinya pada situasi tersebut.Â
Anak buah perlu mengakui apa yang salah dan mereka perlu memahami bahwa mengakui kegagalan dan mengambil manfaat dari pengalaman adalah bagian dari tumbuh dewasa, dan memastikan bahwa kesalahan tidak terulang.
Memaafkan alih-alih merundung karyawan yang berbuat kesalahan akan menghasilkan lingkungan kerja yang kondusif dan budaya organisasi yang sehat.Â
Ketika karyawan menyadari bahwa kesalahan dan kegagalan dapat diakomodir untuk dimaafkan, mereka dapat mengembangkan kepercayaan dan kemauan untuk mengambil risiko tertentu yang penting bagi inovasi organisasi dan intrapreneurship.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H