Tema yang sangat berat. Belum tentu santri yang sudah mondok puluhan tahun bisa menulis dan mengambil kesimpulan hukum menghormati bendera dan hukum menyanyikan lagu kebangsaan menurut fikih Islam.
Tema lomba esai yang diselenggarakan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) memang menuai hujan kritik. Bukan karena beratnya tema lomba, melainkan esensi dari tema itu sendiri.Â
Halo #SobatPancasila dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional 2021 Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menggelar lomba: Kompetisi Penulisan Artikel Tingkat Nasional.
...#LombaPancasila#BulanPancasila2021#CeritaPancasila#BPIP pic.twitter.com/7Kpzs7GqYb--- Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (@BPIPRI) August 11, 2021
Sebagai lembaga negara yang tujuannya Membina Ideologi Pancasila, tidak semestinya BPIP menyelenggarakan lomba menulis dengan tema yang seperti membenturkan nilai-nilai kebangsaan dengan hukum Islam.
BPIP melalui Staf Khusus Dewan Pengarah, Romo Benny, boleh beralasan lomba itu diselenggarakan untuk memperingati Hari Santri Nasional. Namun, justru di situlah letak kontroversinya.
"Temanya kan memang khusus karena itu menyangkut santri kan. Kan nanti juga misalnya menurut Kristen gimana penghormatan bendera. Untuk agama Buddha, Konghucu, Hindu juga akan ada," kata Romo Benny dikutip dari detik.
Kalau dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional, mengapa yang menjadi tema adalah hal yang tidak punya keterkaitan langsung dengan peran santri sebagai aset bangsa?
Lebih lucu lagi, persyaratan peserta merupakan masyarakat umum Warga Negara Indonesia.
Tema yang diusung BPIP termasuk tema yang sangat berat bagi santri, apalagi masyarakat umum yang belum pernah atau sedikit menimba ilmu agama, karena ini menyangkut proses ijtihad. Dan, orang yang bisa melakukan ijtihad hukum fikih Islam (mujtahid) harus memiliki kompetensi keagamaan yang mumpuni.
Seorang mujtahid harus menguasai bahasa arab, menguasai ilmu Al-Quran, ilmu hadis, ilmu ushul fiqh, mengetahui asbabun nuzul ayat Al-Quran, mengetahui dalil ayat Nasikh dan Mansukh. Pokoknya super komplit pengetahuan agama Islamnya.
Sekarang, masyarakat umum diminta menulis artikel tentang hukum menghormati bendera. Sependek pengetahuan agama saya, masalah hukum menghormat bendera sudah dibahas para ulama, dengan mengambil jalan ijtihad dan qiyas karena tidak ada dalil langsung dari Al-Quran dan Hadis.
Karena hukumnya sudah ditetapkan oleh para ulama, membahas hukum fikih Islam secara serampangan tentu bisa menyesatkan umat Islam yang awam. Dikhawatirkan, esai mengenai Menghormati Bendera dan Menyanyikan Lagu Kebangsaan menurut Hukum Islam akan melebar pembahasannya. Tidak lagi mengenai kaidah hukum fikih itu sendiri, melainkan bisa mengarah ke propaganda dan narasi yang bisa mengoyak kerukunan dan persatuan bangsa.
Lagipula, sangat aneh apabila BPIP menyelenggarakan lomba esai dalam rangka Hari Santri yang temanya sangat spesifik ke arah hukum agama, tapi boleh diikuti masyarakat umum. Seandainya persyaratan peserta itu dibatasi, misalnya khusus santri atau paling tidak warga yang beragama Islam, lomba esai ini tidak akan menuai kritik tajam.
Tanpa mengaitkan dan membenturkan hukum Islam dengan ideologi kebangsaan, sangat banyak tema berkaitan Hari Santri yang bisa dilombakan. Misalnya:
- Peran Santri dalam Percepatan Pembangunan Indonesia,
- Menggagas Masa Depan Pesantren di Indonesia,
- Peran Pesantren dalam Pendidikan Antikorupsi
- Mitigasi Pandemi dalam Perspektif Islam
- Pengembangan IPTEK di Pesantren
- Ekonomi Islam dan Keadilan Sosial
- Hukum Korupsi dalam Perspektif Fikih Islam
- Kurikulum Digital untuk Kemajuan Pesantren
- Hoaks dan Ujaran Kebencian dalam Perspektif Santri
- Peran Islam untuk Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
- Pesantren dan Kurikulum Kewirausahaan
- Santri sebagai Agen Bina Damai Masyarakat
Dan masih sangat banyak lagi tema-tema yang narasinya mendidik dan mengajak peran serta masyarakat khususnya santri itu sendiri dalam pembangunan bangsa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI