Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bukan Pamer Sumbangan, tapi Berlomba dalam Kebaikan

4 Agustus 2021   07:48 Diperbarui: 4 Agustus 2021   08:23 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kita tidak bisa menilai niat seseorang ketika mereka melakukan kebaikan. Mungkin saja mereka mengajak kita berlomba dalam kebaikan (unsplash.com)

Saat itu menjelang Perang Tabuk, Kerajaan Romawi sedang membangun kekuatan dan mengancam umat Islam. Rasulullah Saw yang menyadari ancaman tersebut meminta kaum muslim menyiapkan diri, baik harta maupun jiwa.

Nabi Saw kemudian meminta umat Islam di Madinah untuk berinfak dalam rangka mempersiapkan pasukan yang akan berperang melawan Romawi. Segenap kaum muslim menyambut ajakan ini dengan antusias. Namun tidak ada yang lebih antusias dibandingkan Umar bin Khattab.

Kebetulan ketika itu Umar punya kelebihan harta. Begitu mendengar Rasulullah Saw meminta kaum muslimin berinfak di jalan Allah, hati Umar langsung berikrar, "Berkali-kali Abu Bakar melampauiku dengan sedekahnya. Kali ini, dengan karunia Allah yang memberi kelebihan harta kekayaan, aku akan melebihi sedekahnya Abu Bakar."

Umar bergegas pulang ke rumah dan mengumpulkan semua harta yang dimilikinya. Umar kemudian membagi harta itu menjadi dua bagian: satu bagian ditinggalkan untuk menghidupi keluarganya, dan satu bagian lagi dibawanya untuk disedekahkan kepada Nabi Muhammad Saw.

Ketika Rasulullah Saw melihat Umar bin Khattab membawa harta yang begitu banyak, beliau bertanya, "Apakah kamu memikirkan anak keturunanmu yang datang kemudian, wahai Umar?"

Umar menjawab, "Aku menyisihkan setengah dari harta kekayaanku untuk mereka."

Tanpa diketahui Umar, ternyata Abu Bakar sudah menyedekahkan hartanya. Jika Umar membagi dua hartanya dan separuh bagian diinfakkan di jalan Allah, maka Abu Bakar menyerahkan seluruh hartanya.

Hingga Rasulullah pun menegur Abu Bakar dan bertanya,

"Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?"

Abu Bakar menjawab, "Yang akan mencukupi keluargaku adalah Allah dan Rasul-Nya."

Mendengar jawaban Abu Bakar, Umar menangis dan berkata, "Demi Allah! Setiap aku berbuat kebajikan selalu saja kamu tandingi wahai Umar!" (Hadis riwayat Amir Asy Syabi).

Allah Swt berfirman,

Jika kamu menampakkan sedekah-sedekahmu, maka itu baik. Dan jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka itu lebih baik bagimu dan Allah akan menghapus sebagian kesalahan-kesalahanmu. Dan Allah Mahateliti (atas) apa yang kamu kerjakan). (QS Al-Baqarah, 2: 271).

Dalam tafsir At-Tabari, ayat ini pada dasarnya memuji Umar yang bersedekah secara terang-terangan agar dicontoh orang lain, sekaligus juga memuji Abu Bakar yang bersedekah secara rahasia, dan kedua perbuatan ini patut dicontoh.

Hadis riwayat Abu Masud, ia berkata, "Ketika kami diperintahkan untuk bersedekah, kami menjadi kuli angkut (dan kamu bersedekah dari upah pekerjaan itu). Abu Aqil bersedekah dengan setengah sha. Seseorang membawa sedekah sedikit lebih banyak darinya. 

Orang-orang munafik kemudian berkata, 'Sesungguhnya Allah tidak butuh sedekah orang ini, yang melakukannya hanya untuk pamer.' Lalu, turunlah ayat 'Yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan mencela orang-orang yang tidak mendapatkan sesuatu untuk disedekahkan selain sekedar jerih payahnya'" (HR Muslim).

Seringkali kita memandang rendah update status teman atau orang lain perihal ibadah mereka. Ada orang yang memberi bantuan terang-terangan, hati kita langsung curiga, jangan-jangan cuma pamer saja nih orang. Bagaimana bisa kita menilai apa yang ada di balik perbuatan seseorang, sementara sebagai manusia kita tidak bisa melihat NIAT orang tersebut? 

Mengapa kita menyibukkan diri menilai amal ibadah orang lain? Sementara kita belum tentu bisa menyamai apa yang sudah dilakukan orang tersebut.

Pada masa Rasulullah, para sahabat selalu mencari kesempatan untuk berbuat kebajikan. Baik dalam bentuk menyedekahkan hartanya, maupun mengorbankan jiwa mereka di jalan Allah. Baik secara terang-terangan, atau dengan sembunyi-sembunyi. Mereka saling berlomba dalam kebaikan (fastabiqul khairoot).

Orang-orang yang menginfakkan hartanya malam dan siang hari (secara sembunyi-sembunyi) maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. (QS Al-Baqarah, 2: 274)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun