Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Idul Adha, Kisah Pengorbanan Terbesar Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail

20 Juli 2021   07:47 Diperbarui: 20 Juli 2021   08:11 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lambang ketundukan dan kepercayaan kepada Allah inilah yang kemudian dilakukan ratusan juta Muslim setiap tahun pada bulan DzulHijjah (Shutterstock)

Sudah hampir sepuluh tahun sejak Ibrahim meninggalkan Hajar dan Ismail di Mekah dalam pemeliharaan Allah. Kini, Ibrahim bermaksud hendak menengok Hajar dan Ismail. Setelah perjalanan dua bulan, Ibrahim terkejut menemukan Mekah jauh berbeda dari bagaimana dia meninggalkannya. Tempat yang dulunya gurun pasir kini menjadi ramai. Pepohonan tumbuh subur di sekitar mata air Zam Zam.

Ibrahim mendengar bahwa Hajar telah meninggal, tetapi Ismail masih tinggal di sana. Ibrahim sangat ingin melihat putranya yang sangat ia cintai dan rindukan.

Bagi Ibrahim, Ismail bukan hanya seorang anak dari seorang ayah yang tidak memiliki anak. Ismail adalah akhir dari penantian, ganjaran satu abad penderitaan, buah dari hidupnya, harapan setelah putus asa dan anak muda dari seorang ayah yang sudah lanjut usia.

Namun, kegembiraan dan kebahagiaan Ibrahim tak berlangsung lama. Allah sekali lagi ingin menguji Ibrahim, kali ini dengan ujian yang sangat berat.

Melalui mimpi, Allah memerintahkan Ibrahim untuk mengorbankan putranya!

Tak ada kata-kata yang bisa melukiskan bagaimana perasaan Ibrahim ketika mendapat perintah untuk menyembelih putranya sendiri. Ismail adalah satu-satunya putra yang dia miliki setelah bertahun-tahun berdoa, menunggu selama hampir satu abad, dan baru saja bertemu setelah satu dekade berpisah.

Ibrahim, penghancur berhala yang seperti baja itu pasti merasa terkoyak! Di dalam dirinya terjadi perang pilihan terbesar.

Siapa yang harus dipilih Ibrahim?

Cinta pada Allah atau cinta pada diri sendiri?

Kenabian atau Kebapaan?

Kesetiaan kepada Allah atau kesetiaan kepada keluarga?

Iman atau Emosi?

Dan akhirnya, memilih Allah atau Ismail?

Ibrahim tidak langsung memilih. Dia ragu dan bimbang di bawah kekuatan rasa sakit dan penderitaan yang menghancurkan. Pada mimpi yang pertama, Ibrahim tidak percaya apabila perintah itu datang dari Allah. Ibrahim mengira Iblis datang melalui mimpi untuk menggodanya. Baru setelah mimpi ketiga Ibrahim yakin bahwa Allah benar-benar memerintahkan dia untuk mengorbankan Ismail.

Ibrahim adalah Khalilullah, Kekasih Allah. Ibrahim sadar Allah menuntut pengorbanan darinya. Ibrahim memilih Cinta Allah di atas Cinta diri, Kenabian di atas Kebapaan, Kesetiaan kepada Allah di atas kasih sayang kepada keluarga. Kesabaran, kebijaksanaan dan ketaatannya pada Allah mengalahkan rasa cintanya pada keluarganya sendiri. Perintah Allah harus dipatuhi mutlak, tanpa tawar menawar.

Namun, sebelum memutuskan untuk melaksanakan perintah Allah, Ibrahim meminta pendapat Ismail perihal mimpinya tersebut.

Ibrahim berkata, "Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu." (QS Ash-Shaaffaat, 37: 101)

Seandainya Ismail anak biasa, dia bisa saja menanyakan balik mimpi ayahnya tersebut. Ismail bisa saja meragukan kebenaran mimpi ayahnya.

Tetapi Ismail tahu kedudukan ayahnya. Anak saleh dari ayah yang saleh berkomitmen untuk tunduk kepada Allah.

Ismail juga memiliki iman. Dia tunduk pada kehendak Allah. Menyadari kesusahan ayahnya, Ismail menghiburnya dengan berkata,

"Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu. Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (QS Ash-Shaaffat, 37:102)

Kata-kata Ismail memberi kekuatan pada Ibrahim. Kini, ayah dan anak tersebut tunduk pada kehendak Allah.

Ibrahim kemudian membawa putranya ke tempat di mana dia akan dikorbankan dan membaringkannya telungkup. Allah menggambarkan peristiwa ini dengan kata-kata yang paling indah, melukiskan gambaran tentang esensi penyerahan diri; yang membuat air mata berlinang:

"Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya. (nyatalah kesabaran keduanya)." (QS Ash-Shaaffaat, 37:103).

Ibrahim tak mampu memandang wajah putranya yang tersenyum pasrah. Ia memalingkan wajah dan bertakbir untuk menguatkan jiwanya yang hancur dan tangannya yang terasa lumpuh: "Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar!"

Ismail menjawab: "Laa Ilaaha Illallah huwaAllahu Akbar!"

Kemudian ayah dan anak itu berbarengan mengucapkan takbir dan tahmid: Allahu Akbar wa lillahilhamdu!

Ibrahim kemudian mengarahkan pisaunya ke leher Ismail. Tepat ketika pisau itu hendak menyentuh leher putranya, Allah mengganti Ismail dengan seekor domba.

"Hai Ibrahim! Kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh, ini adalah ujian yang nyata!" (QS Ash-Shaaffaat, 37:104-106)

"Dan Kami tebus anak itu (Ismail) dengan seekor kurban yang besar (seekor domba jantan;) dan Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian; (yaitu) Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya dia adalah salah seorang hamba Kami yang beriman." (QS Ash-Shaaffaat, 37: 107-111)

Memang, itu adalah ujian terbesar dalam sejarah umat manusia, sampai kapan pun.  Semata demi Allah, Ibrahim mengorbankan anak tunggalnya, yang lahir darinya setelah dia mencapai usia tua dan bertahun-tahun mendambakan keturunan. Di sini, Ibrahim menunjukkan kesediaannya untuk mengorbankan semua miliknya untuk Allah, dan untuk alasan ini, ia ditunjuk sebagai pemimpin seluruh umat manusia, yang diberkati Allah dengan keturunan para Nabi.

Ada pun Ismail, telah menunjukkan jati dirinya sebagai hamba yang beriman. Tak hanya sebagai anak yang patuh pada orangtuanya, juga patuh pada Tuhannya.

Lambang ketundukan dan kepercayaan kepada Allah inilah yang kemudian dilakukan ratusan juta Muslim setiap tahun pada bulan DzulHijjah, pada hari yang disebut Yaumun Nahr -- Hari Pengorbanan, atau Iduladha, Hari Raya Pengorbanan.

***

Waktu berlalu. Suatu hari Ibrahim sedang duduk di luar tendanya memikirkan putranya Ismail dan pengorbanannya kepada Allah. Hatinya dipenuhi dengan kekaguman dan cinta kepada Allah atas nikmat-Nya yang tak terhitung banyaknya. Setetes air mata jatuh dari matanya dan mengingatkannya pada Ismail.

Ibrahim lalu kembali ke Palestina, dan setelah tiba di sana, Ibrahim dikunjungi oleh para malaikat yang memberi kabar gembira kalau istrinya dan Sarah melahirkan seorang putra, Ishak,

"Sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran seorang) anak laki-laki (yang akan menjadi) orang yang alim." (QS Al-Hijr 15:53)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun