Kesetiaan kepada Allah atau kesetiaan kepada keluarga?
Iman atau Emosi?
Dan akhirnya, memilih Allah atau Ismail?
Ibrahim tidak langsung memilih. Dia ragu dan bimbang di bawah kekuatan rasa sakit dan penderitaan yang menghancurkan. Pada mimpi yang pertama, Ibrahim tidak percaya apabila perintah itu datang dari Allah. Ibrahim mengira Iblis datang melalui mimpi untuk menggodanya. Baru setelah mimpi ketiga Ibrahim yakin bahwa Allah benar-benar memerintahkan dia untuk mengorbankan Ismail.
Ibrahim adalah Khalilullah, Kekasih Allah. Ibrahim sadar Allah menuntut pengorbanan darinya. Ibrahim memilih Cinta Allah di atas Cinta diri, Kenabian di atas Kebapaan, Kesetiaan kepada Allah di atas kasih sayang kepada keluarga. Kesabaran, kebijaksanaan dan ketaatannya pada Allah mengalahkan rasa cintanya pada keluarganya sendiri. Perintah Allah harus dipatuhi mutlak, tanpa tawar menawar.
Namun, sebelum memutuskan untuk melaksanakan perintah Allah, Ibrahim meminta pendapat Ismail perihal mimpinya tersebut.
Ibrahim berkata, "Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu." (QS Ash-Shaaffaat, 37: 101)
Seandainya Ismail anak biasa, dia bisa saja menanyakan balik mimpi ayahnya tersebut. Ismail bisa saja meragukan kebenaran mimpi ayahnya.
Tetapi Ismail tahu kedudukan ayahnya. Anak saleh dari ayah yang saleh berkomitmen untuk tunduk kepada Allah.
Ismail juga memiliki iman. Dia tunduk pada kehendak Allah. Menyadari kesusahan ayahnya, Ismail menghiburnya dengan berkata,
"Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu. Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (QS Ash-Shaaffat, 37:102)