Kemarin aku pintar, jadi aku ingin mengubah dunia. Hari ini aku bijaksana, jadi aku mengubah diriku sendiri. -- Jalaludin Rumi
Jangan khawatir tentang apa yang ada di luar kendali kita. Sebaliknya, fokuslah pada apa yang bisa kita lakukan.
The Power of Acceptance
Langkah kedua yang harus kita lakukan untuk mengendalikan kecemasan adalah menemukan kepuasan dengan situasi di mana kita dapat menemukan diri kita sendiri. Dalam literatur manajemen dan kepemimpinan, biasa disebut The Power of Acceptance.
Istilah ini merujuk pada keadaan diri kita yang 'mengakui' adanya suatu kondisi tertentu yang sedang terjadi atau bahkan antisipasi terhadap kondisi yang mungkin terjadi. Tanpa pengakuan ini akan sulit bagi kita untuk melangkah ke hari depan karena yang ada hanya keluh kesah tanpa ujung.
Prinsip The Power of Acceptance ini bukan berarti kita kita harus selalu menerima segala sesuatu apa adanya. Kita pasti punya mimpi dan ambisi, tetapi kita juga harus melihat nilai kebaikan dari apa yang sudah kita miliki.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah berkata, "Saya adalah orang yang ambisius. Pertama, saya menginginkan jabatan gubernur. Ketika saya mencapainya, saya ingin menjadi Khalifah. Ketika saya menjadi khalifah, saya meninggalkan kesenangannya, karena ambisi saya telah berubah untuk mencapai surga."
Semua orang pasti ingin sukses, atau mencapai tahap yang bisa diraih orang lain yang dikagumi. Tapi bukan berarti itu membuat kita berkeinginan untuk bertukar tubuh atau bertukar peran. Kita memang tak bisa memilih terlahir seperti apa, tapi kita bisa memilih untuk menjadi hebat dengan apa yang kita miliki sekarang.
Tidak Iri dengan Rezeki dan Kesuksesan Orang Lain
Langkah ketiga untuk meminimalisir kecemasan hidup adalah dengan menahan diri untuk tidak iri pada orang lain. Apa pun yang dimiliki orang lain adalah murni dari kasih sayang dan karunia Tuhan Semesta Alam. Allah memberikan apa saja yang Dia kehendaki kepada siapa saja yang Dia kehendaki.
Fokuslah pada apa yang kita miliki, bukan pada apa yang kita inginkan. Terlalu sering kita menginginkan sesuatu yang belum kita miliki, sehingga membuat kita tidak menyadari apa yang sudah kita capai selama ini.
"Jangan dilepaskan dari tangan, barang yang telah ada, karena mengharapkan barang yang jauh. Seorang mukmin mensyukuri nikmat yang telah ada dalam tangannya dan menerima dengan mensyukuri bilamana mendapatkan tambahan lagi." - Buya HamkaÂ
Kita sering membanding-bandingkan rezeki yang kita terima, seolah kita hendak memrotes Tuhan, mengapa rezekiku cuma segini saja. Kita juga sering merasa iri dengan keberhasilan orang lain, seolah hendak memrotes Tuhan mengapa hidup kita tak pernah sukses.