Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Berada di UGD Covid-19 seperti Menjadi Pemeran Film Contagion

7 Juli 2021   07:33 Diperbarui: 7 Juli 2021   13:43 825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berada di UGD khusus untuk pasien Covid-19 seperti menjadi pemeran film Contagion, film yang menceritakan kisah pandemi mirip Covid-19. Saya menyaksikan sendiri betapa sibuknya para tenaga kesehatan melayani pasien yang datang silih berganti. Mereka harus dengan sabar menjelaskan kondisi yang sebenarnya, di tengah rasa tidak sabar dan frustasi yang dilampiaskan keluarga pasien.

Saking penuhnya pasien, lobi paviliun dan ruang tunggu keluarga difungsikan sebagai UGD darurat. Sementara di luar didirikan tenda besar untuk ruang tunggu keluarga pasien.

Iring-iringan tenaga kesehatan membawa jenazah pasien yang sudah meninggal ke mobil ambulan di luar sudah menjadi pemandangan biasa. Sejak Minggu (4/7) hingga Senin (5/7) sore, saya melihat setidaknya lebih dari 10 jenazah dikeluarkan dari UGD RSSA.

Bahkan saya juga menyaksikan sendiri ketika seorang pasien yang baru datang, belum sampai satu jam sudah meninggal dunia akibat sesak nafas. Tidak tertolong meskipun perawat dan dokter jaga sudah berusaha semampunya.

Ada salah satu pemandangan yang sangat menyesakkan, membuat saya tidak mampu menahan air mata. Seorang bayi dinyatakan meninggal dunia, kemudian oleh perawat diserahkan ke ayahnya. Dengan tenang sang ayah membawa bayinya ke luar, lalu mengazani di tengah lalu lalang keluarga pasien yang menunggu di luar. 

Pemandangan yang menyesakkan ketika seorang ayah mengazani bayinya yang baru meninggal di UGD Covid-19 RSSA Malang (dokpri)
Pemandangan yang menyesakkan ketika seorang ayah mengazani bayinya yang baru meninggal di UGD Covid-19 RSSA Malang (dokpri)

Melihat penanganan di UGD Covid-19, saya jadi berpikir, apakah mungkin salah satu sebab banyaknya pasien non Covid menjadi positif Covid-19 karena semua pasien dengan gejala Covid-19, terutama sesak nafas langsung diperlakukan sebagai pasien Covid.

Seperti ibu mertua saya, beliau punya riwayat penyakit jantung dan diabetes sehingga sering mengalami sesak nafas, terutama setelah melakukan aktivitas fisik yang sedikit berat.

Dengan riwayat penyakit seperti ini pun ibu saya langsung dimasukkan UGD Covid, sekalipun belum terbukti positif melalui tes PCR. Dan dengan kondisi UGD yang penuh sesak, maka bukan tidak mungkin mereka yang semula negatif bisa jadi positif karena risiko terpapar sangat tinggi.

Tapi saya menganggap wajar apabila pihak RS memberlakukan setiap pasien dengan gejala sesak nafas sebagai pasien Covid. Saya memaklumi "prasangka buruk" dari mereka.

Dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya juga manusia. Saya yakin, tak ada satu pun tenaga kesehatan yang mau tertular virus corona, dan menularkan virus itu pada anggota keluarganya. Satu-satunya langkah pencegahan yang bisa mereka lakukan adalah "berprasangka buruk" terhadap setiap pasien yang menderita gejala-gejala mirip virus corona. Dengan "prasangka buruk" itu, mereka bisa mengambil tindakan sesuai prosedur dan protokol kesehatan. Semua ini mereka lakukan demi mencegah virus menyebar semakin luas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun