"Joyoboyo, Joyoboyo," teriak sopir angkutan umum di terminal Bungurasih.
Dengan terburu-buru, aku naik angkot L300 jurusan terminal Joyoboyo dari Terminal Bungurasih. Di dalam angkot, kulihat sudah ada 2 penumpang pria yang duduk di bangku paling belakang. Berbeda dengan angkot yang bangkunya berada di samping, angkot ini bangkunya berada di tengah, seperti mobil biasanya.
Aku lalu mengambil tempat duduk di bangku paling depan. Tak lama kemudian, masuk dua penumpang pria. Mereka duduk bangku tambahan yang terletak di depanku, tepat di belakang kursi sopir. Setelah menunggu beberapa lama dan tidak ada penumpang tambahan, angkot yang kutumpangi berangkat.
Melewati Bundaran Waru, tiba-tiba salah seorang penumpang pria yang duduk di depanku menutup mulutnya dengan tangan, dan bertingkah seperti hendak muntah.
"Mas, sampeyan pindah depan sini saja, biar tidak kena muntahannya," kata temannya yang duduk di sebelahnya.
Tanpa curiga, aku pun pindah tempat ke bangku depan membelakangi sopir, dan di saat yang bersamaan dua penumpang di depanku pindah ke tempat dudukku. Karena cukup sempit, mau tak mau kami pun bersenggolan.
Baru saja duduk, mendadak mataku melihat ada gerakan di bawah bangku. Ternyata, ada ponsel yang dilemparkan ke belakang, ke tempat duduk 2 penumpang pria lainnya. Untungnya, sebelum sampai ke bagian bawah bangku belakang, gerakan ponsel itu terhenti, mungkin karena guncangan mobil.
Naluriku langsung waspada. Kuraba saku baju dan benar, ponsel yang sebelumnya ada di sana sudah hilang.
"Lho, itu kan ponsel saya, mengapa ada di bawah bangku belakang?" Tanyaku pada penumpang yang duduk di tempatku sebelumnya.
"Wah, ya gak tahu mas. Saya tadi kan duduk di depan, jangan sembarangan menuduh ya!" jawabnya tajam namun dengan wajah biasa saja.