Ketika Bani Israil berada dalam tekanan pemerintahan Firaun, Nabi Musa diperintahkan Allah membawa keluar Bani Israil dari Mesir, menuju negeri Kanaan dengan cara membelah Laut Merah. Peristiwa ini diabadikan dalam kitab-kitab suci agama Samawi, yang kemudian dikenal dengan peristiwa Eksodus (Exodus/Keluaran). Ribuan tahun kemudian dalam abad yang lebih modern, Bani Israil yang sekarang berkumpul dalam satu identitas kebangsaan Israel, kembali mengalami eksodus, migrasi besar-besaran.Â
Eksodus Kedua Bangsa Israel
Eksodus kedua kalinya ini dipicu terjadinya holokaus terhadap orang-orang Yahudi yang dilakukan Nazi Jerman. Setelah Perang Dunia II, sekitar 250.000 orang Yahudi Eropa tinggal di kamp-kamp Pengungsi di Jerman dan Austria dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Organisasi Zionis  yang dibentuk Theodor Herzl mulai mengatur jaringan bawah tanah yang dikenal sebagai Brichah ("penerbangan", dalam bahasa Ibrani), dengan tujuan memindahkan ribuan orang Yahudi dari kamp konsentrasi ke pelabuhan di Laut Mediterania. Ini adalah bagian dari skema imigrasi Aliyah Bet yang dimulai setelah perang.
Aliyah Bet adalah kode yang diberikan pada imigran gelap Yahudi, yang sebagian besar adalah pengungsi yang melarikan diri dari Nazi Jerman dan korban selamat holocaust. Orang-orang Yahudi ini melanggar pembatasan yang ditetapkan dalam British White Paper 1939 sebagai tanggapan atas pemberontakan bangsa Arab tahun 1936-1939 di Palestina setelah negeri itu dijajah Inggris.
Dalam Buku Putih 1939 disebutkan,pemerintah Inggris akan membentuk rumah nasional Yahudi di negara Palestina merdeka dalam waktu 10 tahun dan menolak gagasan Komisi Peel untuk membagi Palestina. Buku Putih ini juga memuat aturan pembatasan imigran Yahudi hingga 75.000 selama lima tahun dan memutuskan bahwa migrasi selanjutnya akan ditentukan oleh mayoritas Arab. Orang Yahudi juga dilarang membeli tanah di semua tempat di Palestina dari orang Arab kecuali 5% dari yang sudah ditetapkan pemerintah Inggris.
Kelompok Zionis di Palestina langsung menolak White Paper dan memimpin kampanye penyerangan terhadap properti pemerintah yang berlangsung selama beberapa bulan. Gerakan Lehi Jews (Pejuang untuk Kebebasan Israel) dan Irgun (Organisasi Militer Nasional) memulai pemberontakan dengan kekerasan terhadap Mandat Inggris pada tahun 1940-an. Tiga kekuatan utama bawah tanah Yahudi (Lehi Jews, Irgun dan Haganah) kemudian bersatu membentuk Gerakan Perlawanan Yahudi dan melakukan beberapa serangan dan pemboman terhadap pemerintahan Inggris.
Publisitas negatif yang diakibatkan oleh situasi di Palestina menyebabkan kebijakan pendudukan Inggris di Palestina dan pembatasannya terhadap imigran Yahudi (mandat) menjadi sangat tidak populer di Inggris. Situasi ini akhirnya membuat Kongres Amerika Serikat menunda pemberian pinjaman vital Inggris untuk rekonstruksi paska Perang Dunia II.
Inggris kemudian mengumumkan keinginan mereka untuk mengakhiri mandat dan mundur dari Palestina selambat-lambatnya pada awal Agustus 1948. Keinginan Inggris ini langsung direspon Organisasi Zionis dengan mengorganisir pengungsian besar-besaran.
Pada awalnya banyak orang Yahudi pergi ke Palestina sendiri. Belakangan, mereka menerima dukungan finansial dari simpatisan di seluruh dunia. Organisasi-organisasi Yahudi bawah tanah menyiapkan kapal-kapal yang akan mengangkut pengungsi Yahudi ke Palestin. Kapal-kapal tersebut sebagian besar dikelola oleh sukarelawan dari Amerika Serikat, Kanada, dan Amerika Latin. Lebih dari 100.000 orang mencoba untuk berimigrasi secara ilegal ke Palestina, sebagai bagian dari Aliyah Bet.Â
Exodus 1947, Kapal Pembawa Imigran Israel yang Jadi Alat Propaganda Negara Israel
Dari 64 kapal pengungsi Yahudi yang berlayar di Laut Mediterania, SS Exodus 1947 adalah yang terbesar, membawa 4.515 penumpang. Nama dan ceritanya mendapat banyak perhatian internasional, sebagian besar berkat kiriman dari jurnalis Amerika Ruth Gruber.
Para sejarawan mengatakan Exodus 1947 membantu menyatukan komunitas Yahudi Palestina dan pengungsi yang selamat dari holocaust di Eropa serta secara signifikan memperdalam simpati internasional atas penderitaan para penyintas Holocaust dan menggalang dukungan untuk gagasan negara Yahudi. Â Salah satunya menyebut kisah Eksodus 1947 sebagai "kudeta publisitas spektakuler bagi Zionis".