Ramadan bisa diibaratkan seperti lomba lari. Mendekati garis finish, kita seperti dilanda kelelahan yang hebat. Dari sini kita dihadapkan dua pilihan: apakah menyerah, takluk dengan godaan berupa rasa lelah itu, atau justru memacu tenaga kita untuk bisa secepatnya meraih pita kemenangan?
Jika kita ingin menjadi pemenang, maka pilihannya adalah terus memacu tenaga sekuatnya, lari secepatnya untuk bisa sampai di garis finish yang sudah tampak di depan mata. Siapa yang bertahan, bersungguh-sungguh maka dialah pemenangnya. Amal saleh dinilai di akhirnya.Â
Kemenangan Idulfitri adalah Meningkatnya Ketakwaan Kita
Tujuan perintah puasa adalah agar kita menjadi orang yang bertakwa (QS Al-Baqarah: 183). Maka, hakikat kemenangan Idulfitri adalah munculnya peningkatan ketakwaan.
Rasulullah SAW pernah memberikan tiga buah nasehat kepada kedua sehabatnya Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdurrahman bin Jabal:
"Bertakwalah kamu kepada Allah di manapun kamu berada, dan ikutilah kesalahanmu dengan kebaikan niscaya ia dapat menghapuskannya. Dan pergaulilah manusia dengan akhlak terpuji." (HR Tirmidzi).
Definisi dari kata takwa dapat kita pahami dari percakapan antara sahabat Umar bin Khattab dan Ubay bin Ka'ab ra. Suatu ketika Umar r.a bertanya kepada Ubay bin Ka'ab apakah takwa itu?
Ubay balik bertanya; "Pernahkah kamu melalui jalan berduri?"
Umar menjawab; "Pernah!"
Ubay menyambung, "Lalu apa yang kamu lakukan?"
Umar menjawab; "Aku berhati-hati, waspada dan penuh keseriusan."
Ubay berkata; "Maka demikian pulalah taqwa!"
Sedang menurut Sayyid Qutub dalam tafsirnya---Fi Zhilal Al-Quran---takwa adalah kepekaan hati, kehalusan perasaan, rasa khawatir yang terus menerus dan hati-hati terhadap semua duri atau halangan dalam kehidupan.
Kita dikatakan meraih kemenangan ketika bisa istiqomah beribadah pada 11 bulan berikutnya, sebagaimana kita terbiasa memperbanyak amal ibadah di bulan Ramadan. Kita dikatakan meraih kemenangan ketika nilai-nilai kebaikan kita bertambah setelah menjalani ujian ibadah puasa Ramadan. Kita dikatakan meraih kemenangan ketika ada perubahan perilaku menjadi lebih baik dari sebelumnya.Â
Idulfitri Bukan Kemenangan Akhir Kita
Kemenangan kita di Idulfitri bukanlah kemenangan akhir. Kemenangan yang kita raih di hari raya ini hanya satu dari sekian banyak kemungkinan kemenangan melawan nafsu dan setan.
Allah Swt berfirman,
"(Iblis) menjawab, Karena Engkau telah menyesatkan aku, pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus, kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan, dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur." (QS Al-Araf: 16-17).
Peperangan melawan nafsu dan setan tidak berhenti dengan hadirnya Idulfitri, tetapi berlanjut selama hayat di kandung badan karena nafsu dan setan menyertai manusia selama hidupnya dan setan telah bersumpah di hadapan Allah untuk menyesatkan manusia---dari arah kiri dan kanan; atas dan bawah---menyesatkannya sampai dengan detik terakhir dari hayat manusia.
Kemenangan hakiki di hari nan fitri hakikatnya adalah kemenangan melawan hawa nafsu dan godaan setan dan menjadikan kita senantiasa waspada dan hati-hati terhadapnya. Kemenangan seperti ini akan menciptakan nilai-nilai spiritual, yang tidak bisa dipisahkan dari fitrah dalam arti kesucian.
Kemenangan hakiki menghasilkan pencerahan akal dan jiwa sekaligus penyerahan diri---raga, rasa, dan pikir---kepada Allah swt. Kemenangan hakiki menghasilkan pengakuan atas kebenaran walau pengakuan itu tidak sejalan dengan keinginan nafsu atau dorongan setan.
"Hari-hari ketika kamu tidak bermaksiat adalah hari kemenanganmu" (Hasan al-Basri)
Taqobbalallohu minna wa minkum. Minal Aizin wal faizin wa maqbulin. Kullu aamiin wa antum bi khair.
Selamat Idulfitri 1442 Hijriah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H