Tak ada yang mengungkit-ungkit harta dan sanak saudara para tersangka korupsi Jiwasraya, Asabri dan BPJS Ketenagakerjaan.
Tidak ada yang berteriak kencang meminta pemerintah memblokir rekening para koruptor, sebagaimana mereka mendengungkan dukungan bagi pemerintah dalam memblokir rekening FPI yang dianggap radikal dan dinyatakan terlarang.
Bagi para pendukung pemerintah, orang-orang seperti ini tidak radikal. Para koruptor tidak pernah terpapar radikalisme.
Pantaslah apabila negara kita tidak pernah maju. Karena orang-orang yang maju dalam berpikir atau bertindak (radikal) selalu diawasi, dicurigai, dan bila perlu dibatasi gerak serta aktivitas mereka.
Sementara para koruptor  malah sering mendapat keistimewaan. Jangankan harta disita atau dimiskinkan tujuh turunan, di penjara saja mereka mendapat fasilitas yang mewah.
Negara ini selalu gaduh karena pemerintah selalu menjual 'radikalisme'. Â Sejak pelantikan dan pembentukan kabinet pemerintahan Presiden Jokowi, tidak ada kata lain yang paling sering dibahas selain "Radikalisme".
Radikalisme seolah menjadi alasan untuk menutupi ketidakmampuan pencapaian pemerintah di segala bidang. Pertumbuhan ekonomi melambat, penegakan hukum yang tebang pilih, isu bagi-bagi jabatan, sampai korupsi yang kian merajalela.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H