Pemerintah Soeharto mengklaim porkas berbeda dengan undian hadiah berbau judi sebelumnya. Dalam porkas tidak ada tebakan angka, melainkan penebakan menang-seri-kalah berdasarkan pertandingan 14 klub sepakbola di Divisi Utama.
Karena dianggap judi murni, Porkas mendapat banyak tentangan dari masyarakat. Meski tak sedikit pula yang mendukungnya dan menganggap program ini dapat membantu permasalahan keuangan negara.
Gelombang protes yang semakin besar akhirnya membuat Majelis Ulama Indonesia (MUI) membuat fatwa bahwa segala macam bentuk perjudian, apa pun kedok di baliknya adalah haram. MUI dan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) mendesak pemerintah untuk menghentikan praktik lotere dan tebak-tebakan skor pertandingan sepakbola yang diiming-imingi hadiah besar.
Peredaran kupon baru benar-benar dapat dihentikan pada 24 November 1993. Para agen perjudian itu tidak lagi mengedarkan kupon SDSB maupun KSOB. Di hadapan anggota DPR, Menteri Sosial saat itu, Endang Kusuma Inten Soewono mengumumkan penghapusan undian berhadiah. Â
Pertanyaannya, kalau sudah tahu segala macam bentuk judi itu haram, mengapa mengusulkan SDSB diadakan kembali?
SDSB Sebagai Solusi Ekonomi Nasional
Memang benar, sesuai syariat Islam judi itu haram. Undian berhadiah yang sifatnya untung-untungan pun termasuk dalam bentuk perjudian. Namun penting untuk diingat, negara kita bukan negara agama. Negara kita bukan negara yang menganut syariat Islam atau hukum agama tertentu.
Lagipula, bukankah kita sampai saat ini sudah terbiasa dengan segala macam bentuk undian berhadiah?
Coba ingat kembali, banyak bank konvensional yang mengeluarkan program undian dengan iming-iming hadiah milyaran rupiah bagi nasabahnya. Nomor rekening nasabah yang berhak memenangkan hadiah diundi dan disiarkan secara langsung oleh televisi nasional.
Kita juga bisa mengamati sendiri, banyak perusahaan yang mengeluarkan program undian bagi pelanggan atau masyarakat yang membeli produknya. Atau kuis-kuis di media sosial yang pemenangnya ditentukan lewat pengundian. Nah, mengapa pemerintah tidak mengadopsi undian semacam itu?
Sistemnya mungkin sama dengan SDSB zaman Soeharto, namun tanpa disertai tebakan angka. Masyarakat cukup membeli kupon, lalu pemerintah akan mengundi nomor kupon yang berhak mendapatkan hadiahnya. Nilai kuponnya juga jangan terlalu besar agar minat masyarakat untuk membelinya tinggi.
Sekiranya nanti muncul gelombang protes, abaikan saja. Tunjukkan bukti dan argumentasi bahwa program semacam ini sudah lama kita lakukan dan aman-aman saja. Bila perlu, kerahkan pendengung di media sosial untuk menyosialisasikan undian berhadiah skala nasional.