Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Fabel Kuda yang Gagah dan Keledai yang Buruk

7 Januari 2021   09:58 Diperbarui: 7 Januari 2021   10:26 3349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Moral cerita fabel ini adalah jangan bangga dengan kemewahan dan kemegahan yang kita miliki jika tidak membawa manfaat (YouTube/Animal Meeting)

Cerita fabel adalah salah satu metode tertua dan paling bertahan lama dalam sejarah peradaban literasi manusia, baik disampaikan dalam cerita tertulis maupun lisan. Cerita fabel tak lekang oleh waktu sebagai perangkat sastra karena dapat menyampaikan pesan moral dengan cara yang sederhana sehingga mudah dipahami oleh pembaca dari segala usia.

Sebuah dongeng bisa diadaptasi menjadi berbagai versi. Baik dari sisi moral cerita, maupun tokoh-tokohnya. Bahkan banyak yang menganggap cerita fabel dari Aesop memiliki kesamaan cerita dengan dongeng-dongeng hewan dari India.

Berikut kuceritakan sebuah cerita fabel tentang kuda yang gagah dan keledai buruk rupa:

***

Di sebuah pasar hewan, seekor kuda yang gagah dan tampan sedang dipamerkan penjualnya. Bulu kuda itu tampak mengkilap karena sering disikat.

Sejak kedatangannya, kuda itu berdiri dengan lagak jumawa. Sesekali dia menoleh ke kiri dan ke kanan untuk memamerkan kemolekan tubuhnya yang terawat. Ladam keemasan yang terpasang di telapak kakinya semakin menambah kegagahannya.

Pada suatu siang, sang penjual membawa masuk seekor keledai buruk. Diikatnya keledai itu tak jauh dari posisi kuda yang tampan dan gagah.

"Hei keledai, sungguh buruk sekali nasibmu. Kamu diciptakan dengan tubuh yang pendek, bulumu kisut tidak terawat. Sangat tidak menarik. Beda sekali denganku yang tampan dan gagah ini," sergah sang kuda dengan nada congkak.

Si keledai tidak menjawab. Dia hanya melemparkan senyum persahabatan pada sang kuda.

"Memangnya apa sih kelebihanmu? Coba lihat diriku. Gagah, selalu dikendarai para bangsawan. Dibawa ke pesta-pesta yang mewah dan meriah. Tubuhku dimandikan dan dirawat dengan penuh kasih sayang.

Sedangkan dirimu? Bahkan sekalipun kamu hilang atau dicuri orang, pemilikmu tak akan menyesali. Kasihan sekali nasibmu, hai keledai," ujar sang kuda dengan nada yang semakin tinggi dan bertambah sinis.

Mendengar perkataan sang kuda yang congkak, si keledai menarik nafas panjang. Sambil masih tersenyum dan menatap lembut pada sang kuda, si keledai berkata,

"Wahai kuda yang terhormat, mungkin semua orang akan memiliki kebanggaan jika mengendarai kuda yang anggun, gagah dan tampan seperti dirimu. Mereka akan merawatmu, memandikan dan menyikat kulitmu sampai mengkilap. Mereka akan menempatkanmu di istal yang besar. Dan, setiap ada orang yang bertamu, pemilikmu dengan bangga akan memamerkan dirimu.  

Si keledai berhenti berbicara sejenak dan membiarkan sang kuda menikmati pujiannya.

"Tetapi kuda yang terhormat, kamu hanya menemani pemilikmu di di dalam kesemuan. Kamu diajak pergi ke berjalan-jalan atau ke undangan-undangan pesta untuk sekedar sebuah kebanggaan. Kamu hanya dipakai sesekali saja.

Bedakan dengan aku. Aku siap menemani kemana saja pemilikku pergi. Ke pasar yang becek sekalipun aku dengan setia menemani pemilikku.  Aku memunculkan kerinduan bagi yang memilikiku. Karena apa wahai kuda? Karena aku memunculkan kenyamanan dan kelonggaran. Aku tidak membutuhkan perhatian dan perawatan yang spesial. 

Dalam kamus kehidupanku, jika kita ingin membuat orang bahagia maka kita harus menciptakan kenyamanan kebermanfaatan untuknya, bukan kemewahan." 

Si keledai berkata dengan antusias dan membiarkan sang kuda terpana.  

"Ketahuilah kuda sahabatku yang terhormat, untuk apa kehebatan kalau sekedar untuk dipamerkan dan menimbulkan efek takut kehilangan. Untuk apa kemegahan dikeluarkan kalau hanya untuk sekedar mendapatkan kekaguman." 

"Tapi, bukankah menyenangkan jika kita dikagumi banyak orang", kata sang kuda mencoba mencari pembenaran atas dirinya. 

Si keledai tersenyum dengan bijak. Lalu katanya, "Sahabatku! Di tengah kekaguman sesungguhnya kita sedang menciptakan tembok pembeda yang tebal.  Semakin kita ingin dikagumi maka sesungguhnya kita sedang membangun temboknya semakin tebal."

Tak lama kemudian, si penjual datang diiringi seorang pembeli yang membawa kantong besar. Setelah tawar menawar, si penjual melepas ikatan keledai dan memberikannya pada si pembeli, yang kemudian meletakkan kantong besar itu di atas punggung keledai.

Sebelum meninggalkan lapak si penjual hewan itu, si keledai tersenyum pada sang kuda dan berbisik,

 "Lihat sahabatku, diriku yang pendek dan berkulit kusam ini bahkan lebih dibutuhkan daripada dirimu yang gagah dan mewah."

Sang kuda menatap kepergian keledai dengan penuh kekaguman seraya berbisik perlahan "Terima kasih, engkau telah memberikan pelajaran yang berharga sahabatku, keledai yang terhormat".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun