Misalnya, di pos RT komplek rumahmu ada sekelompok anak muda sedang main judi dan mabuk-mabukan. Beranikah kamu menegur dan mengingatkan mereka?
Yah, setidaknya dengan perkataan seperti ini, "Pren, judi dan mabuk-mabukan itu dilarang agama. Haram hukumnya, berdosa."
Kemungkinan besar kamu tidak berani melakukan hal tersebut. Kemungkinan besar kamu hanya berkata dalam hati, "Duh, pak RT mana sih? Ada orang mabuk-mabukan kok dibiarkan saja."
Tidak mengapa, setidaknya nuranimu sudah berkata benar, karena inilah selemah-lemahnya iman.
Jadi memang selalu begitu. Mencegah kemungkaran lebih berat daripada mengajak seseorang pada kebaikan. Kita bisa dengan entengnya berkata pada tetangga sebelah, "Udah azan nih, ke masjid yuk!"
Tapi kita menutup mata dan telinga bila ada mahasiswa/mahasiswi yang kos di tetangga sebelah membawa pacarnya menginap. Kita hanya bisa berkata dalam hati, "Ah, ngapain ikut campur urusan orang lain. Toh dosa-dosa dia sendiri."
Itu sebabnya, pendakwah yang getol mencegah kemungkaran lebih sering dibenci daripada pendakwah yang menyeru pada kebaikan. Ada banyak pendakwah yang  mengajarkan kebaikan, namun sedikit sekali pendakwah yang berani mencegah kemungkaran.
Padahal, Islam (dan juga agama manapun) berdiri pada dua pondasi: amar makruf nahi mungkar, mengajak kebaikan dan mencegah kejahatan. Ada keseimbangan antara ajakan pada kebaikan dan mencegah kemungkaran.Â
Kebaikan tidak akan terjadi selama masih ada kemungkaran. Begitu sebaliknya, kemungkaran tidak akan hilang jika tidak ada yang menyeru kebaikan. Keduanya bisa dilakukan dengan kelembutan atau kekerasan. Kadang lembut lebih efektif, kadang keras yang lebih efektif.
Mengajak pada kebaikan memang harus dengan cara yang lembut. Mustahil bila kita mengajak seseorang dengan nada keras, apalagi memakai ancaman.
"Hei, ayo ke masjid. Awas kalau tidak!"
Kira-kira kalau kita berkata seperti itu, orang yang kita ajak mau nggak?
Begitu pula, mencegah kemungkaran atau melarang kemaksiatan lebih efektif dilakukan dengan ketegasan, atau bila perlu kekerasan. Melarang kemaksiatan dengan kelembutan, itu kurang efektif.
"Ayo dong, jangan main judi dan mabuk-mabukan."
Kira-kira, yang main judi dan mabuk-mabukan mengikuti saran kita atau tidak?
Dalam Al Quran, Allah juga mengancam ahli maksiat dengan kekerasan. Dari munculnya bencana hingga konsekuensi masuk neraka.
Setiap umat memiliki karakter yang berbeda. Ada yang lemah lembut, hingga saat berdakwah pun kita harus lemah lembut pula. Ibarat bayam, memasaknya pun harus dengan kelembutan bila tidak ingin ambyar.
Ada juga umat yang keras hati dan bawaannya ingin melawan. Ibarat kelapa, untuk mengupas kulitnya harus dengan senjata yang tajam.
Dari Anas bin Malik, dia bertanya: "Ya Rasulullah, adakah kami tidak memerintahkan orang untuk mengerjakan kebaikan sehingga kami mengerjakan kebaikan itu seluruhnya? Dan adakah kami tidak mencegah orang itu dari dari mungkar sehingga kami menjauhi kemungkaran itu seluruhnya?".
Rasulullah Muhammad SAW bersabda: "Bahkan perintahkanlah kebaikan walaupun kamu belum mengerjakan kebaikan itu seluruhnya dan cegahlah dari yang mungkar walaupun kamu belum menjauhi seluruhnya" (HR. Muslim).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H