Selepas acara Dunia Dalam Berita, ayah selalu berharap stasiun televisi, yang saat itu hanya ada satu, lupa menayangkan Laporan Khusus. Sebuah laporan yang benar-benar membosankan, sampai ayah heran apa gunanya laporan seperti itu.
Yang ayah tahu, Laporan Khusus waktu itu hanya berisi orang-orang tua yang sedang berusaha "mencari muka" dengan cara bercerita tentang kemajuan pertanian dan pengendalian harga sembako. Mulai dari harga bawang, cabe keriting, tomat, dan lain lain.
Kalau tidak ada Laporan Khusus, biasanya ayah mencuri-curi waktu untuk menonton sinetron. Kamu tahu Nak, sinetron jaman dulu jauh berbeda dengan sinetron hari ini yang seolah tak berujung. Sinetron yang mengajarkan tentang hidup mewah dan pamer kekayaan, asmara gila, perselingkuhan, aurat, dan setan gentayangan.
Jangan samakan pula sinetron jaman dulu dengan drama Korea yang digandrungi kakak dan ibumu. Drama televisi yang di dalamnya penuh intrik, kegalauan asmara dan operasi plastik.
Mungkin kamu menganggap ayah kampungan. Tak mengapa, Nak. Begitulah ayahmu ini. Lebih suka melihat Sayekti dan Hanafi, Rumah Masa Depan atau Losmen yang menggambarkan realita kehidupan sehari-hari.
Nak, di saat kamu sering lupa waktu dengan kotak ajaib yang mampu menyihirmu itu, stasiun televisi jaman ayah dulu bisa mengajarkan bagaimana mengatur jadwal agar ayah tahu kapan harus tidur, belajar dan bermain.
Nak, memang benar beda jaman beda perlakuan. Setiap generasi memiliki jamannya masing-masing.
Ayah tak hendak memaksamu berperilaku seperti jaman dulu. Hanya saja, melalui kenangan yang ayah sampaikan ini, ayah ingin meminta maaf bila hari Minggumu tak seindah jaman ayah dulu.Â
Maafkan kami yang tak bisa membawakan kreativitas yang mendidik, agar kamu bisa menghabiskan hari Minggumu dengan lebih menyenangkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H