Pernyataan Kominfo tersebut lantas menimbulkan dugaan miring dari netizen simpatisan HRS, bahwa kebijakan Facebook memblokir konten berupa nama, foto dan akun ormas HRS merupakan permintaan dari pemerintah Indonesia, karena pemblokiran itu dimulai beberapa bulan setelah pertemuan Facebook dengan pemerintah.
Namanya juga dugaan, tak ada bukti kuat yang bisa mendukungnya. Meski begitu, harus diakui nama Habib Rizieq Shihab ternyata menimbulkan gelombang kekhawatiran yang hebat.
Padahal, seorang Rizieq Shihab bukan presiden. HRS juga bukan pemimpin spiritual layaknya Khomeini, seperti yang dikatakan Menkopolhukam Mahfud M.D.
Rizieq Shihab bukan pula pemimpin partai, atau pemimpin organisasi yang punya basis massa besar. Rizieq Shihab hanya pemimpin Front Pembela Islam, yang - sekali lagi, mengutip komentar Menkopolhukam -- simpatisannya tidak terlalu banyak.
Jika begitu, mengapa banyak pihak yang merasa kepanasan? Mengapa banyak media nasional malah ramai-ramai menurunkan jurnalisnya untuk meliput kepulangan HRS di Indonesia? Sampai-sampai ada stasiun televisi yang menyiarkan langsung dan memuat breaking news setiap satu jam.Â
Harusnya, pemerintah bersikap biasa saja dalam merespon kepulangan HRS. Tak ada yang istimewa dari sosok HRS, kecuali fakta dia adalah habib, sebagaimana habib-habib lain yang keturunan Nabi Muhammad SAW. Kedudukan HRS juga tidak mentereng amat, kecuali fakta bahwa dia memimpin organisasi FPI.Â
Di luar itu, Habib Rizieq Shihab warga negara Indonesia biasa saja yang punya hak dan kewajiban yang sama dengan rakyat Indonesia lainnya. Termasuk, namanya juga bisa disebutkan siapa saja, di media apapun juga.