Perang 10 November 1945 di Surabaya tercatat sebagai perang terbesar dalam sejarah bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaannya. Ribuan pejuang dan penduduk Surabaya gugur dalam perang yang berlangsung selama lebih dari 5 hari berturut-turut.
Peperangan ini berlangsung massif, dan merupakan peperangan pertama tentara Sekutu yang dipimpin Inggris setelah mereka mengalahkan Hitler pada Mei 1945. Perang 10 November 1945 yang peristiwanya tersiar di berbagai belahan dunia juga menjadi inspirasi bagi beberapa negara Asia lainnya untuk mengobarkan semangat perlawanan anti kolonialisme.
Peperangan yang kini kita peringati harinya sebagai Hari Pahlawan ini bermula dari insiden perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato (kini Hotel Majapahit) di jalan Tunjungan, pada 19 September 1945.
Ketika itu, beberapa opsir-opsir sekutu dan Belanda dari AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) beserta beberapa orang kaya Belanda di Surabaya yang sudah dibebaskan merencanakan pesta perayaan kekalahan bala tentara Jepang. W.V.C Ploegman, pemimpin organisasi Indo Europesche Vereniging (IEV) yang diangkat NICA menjadi residen Surabaya memerintahkan pengibaran bendera Belanda di atap hotel, sekaligus menandai pergantian nama hotel Yamato menjadi hotel Oranje seperti semula.
Berkibarnya bendera Belanda di hotel Yamato menarik perhatian rakyat Surabaya yang sedang melintas di jalan Tunjungan. Rakyat kemudian melaporkan peristiwa itu pada para pemuda pejuang. Sontak, darah para pejuang muda itu mendidih. Mereka menganggap pengibaran bendera Belanda itu sebagai sebuah penghinaan atas kemerdekaan bangsa Indonesia yang baru saja diproklamirkan.
Beberapa pemuda kemudian berinisiatif menemui Residen Surabaya, Sudirman. Sementara banyak pemuda lain yang tidak sabar langsung menuju hotel Yamato sambil menenteng bambu runcing.
Menanggapi laporan para pemuda, Residen Sudirman mengatakan bahwa ada perintah dari Djakarta untuk mengibarkan bendera Merah Putih sebagai tanda bangsa Indonesia sudah merdeka. Sambil membawa surat perintah 1 September 1945 tentang pengibaran bendera Merah Putih, Residen Sudirman, dikawal oleh Sidik dan Haryono serta beberapa  pemuda pejuang berangkat ke hotel Yamato.
Di sana, rakyat ternyata sudah berkerumun sambil meneriakkan pekik kemerdekaan dan menghina orang-orang Belanda yang sedang menyiapkan pesta. Saat hendak masuk ke dalam hotel, Residen Sudirman dicegat beberapa pemuda yang sudah kalap hendak ikut menyerbu masuk.
"Kita bakar saja hotel ini!"
Untunglah Residen Sudirman berhasil mencegahnya. Bersama kedua pengawalnya, Residen Sudirman kemudian masuk ke lobi hotel.
"Mana pemimpin Belanda di sini?" tanya Residen Sudirman pada sekelompok orang Belanda yang menyoraki kedatangannya.
"Saya. Kamu mau apa?" kata Ploegman mendekat dengan pandangan menghina.
Residen Sudirman kemudian menyodorkan surat perintah pengibaran bendera Merah Putih yang dibawanya.
"Kamu bisa baca ini?" tanya Residen Sudirman sambil menyodorkan surat perintah pengibaran bendera Merah Putih.
Dengan seringai mengejek, Ploegman malah mengibaskan tangan hingga surat yang dibawa Residen Sudirman jatuh ke lantai.
Tak terima residennya dihina, Sidik naik pitam dan merangsek maju menyerang Ploegman. Namun Ploegman berhasil mengelak.
Merasa terancam, Ploegman mengeluarkan pistol lalu menodongkannya ke muka Residen Sudirman. Sidik tetap nekat menyerang dan berhasil mencengkram leher Ploegman.
Beberapa detik kemudian, terdengar suara pistol meletus. Sidik yang saat itu sedang mencekik Ploegman mendadak tersungkur. Darah menetes dari punggungnya. Sidik pun gugur bersama tewasnya Ploegman.
Beberapa tentara Belanda yang menyaksikan insiden itu kemudian bergerak maju hendak mengeroyok Residen Sudirman dan Haryono. Namun, Haryono sigap mengungsikan Residen Sudirman ke luar kota.
Bersamaan dengan keluarnya Residen Sudirman, para pemuda yang mendengar suara letusan pistol di dalam hotel langsung menyerbu masuk. Perkelahian tangan kosong bak aksi koboi di bar pun pecah di lobi hotel Yamato. Kalah jumlah, beberapa orang Belanda akhirnya tewas digebuki para pemuda pejuang.
Sementara di luar hotel, keadaan semakin memanas. Rakyat yang mendengar suara pistol menyalak meneriakkan pekik perjuangan. Beberapa pemuda kemudian naik ke atap hotel Yamato.
Setelah berhasil mencapai atap, mereka lalu menurunkan bendera tiga warna. Salah seorang kemudian merobek kain warna biru, lalu mengibarkan sisa bendera robekan yang tinggal dua warna: Merah Putih.
Melihat berkibarnya bendera Merah Putih di atap hotel, rakyat Surabaya sekejap terdiam. Banyak di antara mereka menangis menyaksikan perjuangan para pemuda Surabaya saat itu. Entah siapa yang mengawali, arek-arek Suroboyo lalu menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan suara gemetar penuh haru. Hari itu, Rakyat Surabaya merasa Indonesia seutuhnya.
***
Bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H