Sementara Tjetjep Muhammad Yasin, alumni Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang menilai pembuat film My Flag punya hati yang jahat.
"Ini film sadis. Pertama, menjustifikasi bahwa perempuan bercadar, laki-laki celana cingkrang itu anti Merah Putih. Kedua, pertikaian perempuan sampai merampas cadar lalu mencampakannya, ini menunjukkan betapa jahat pembuat film tersebut," jelasnya di kantor redaksi duta.co, Senin (26/10/2020).
Pria yang akrab dipanggil Gus Hasyim ini juga menuturkan pembuat film My Flag tidak paham syariat Islam, tidak mengerti hukum memakai cadar.
"Sejak kapan kita menghukumi pemakai cadar itu anti-Merah Putih. Ini menandakan dangkalnya pemahaman pembuat film terhadap Islam. Atau ini skenario 'jual beli' untuk mengadu domba umat Islam. Warga NU sendiri jijik melihat film seperti itu. Terbukti respon negatif atas film ini, jauh lebih besar ketimbang yang mendukung," jelasnya.
Sebagaimana anehdot tentang pelacur di Arab yang memakai cadar, saya menganggap penggagas film My Flag ini hatinya sudah ditutupi kebencian terhadap cadar. Bila hati sudah ditutupi keburukan sekecil apapun, maka yang akan dilihat hanya keburukan dimana-mana. Cadar dianggap sumber radikal, cadar dianggap sumber intoleransi, dan sebagainya.
Memangnya apa salah perempuan yang memakai cadar hingga harus dipersekusi dengan melepas secara paksa cadarnya? Tidakkah penggagas film, sutradara atau pemainnya mengerti tindakan membuka cadar merupakan bentuk penghinaan yang paling dalam bagi seorang perempuan muslimah?
Hukum memakai cadar itu sudah jelas. Ada yang menghukumi wajib, ada yang menganggap sunnah. Dan ini merupakan bagian dari khilafiyah fiqh yang sudah biasa dan dimafhumi para ulama.
Memakai cadar juga merupakan pilihan yang tidak bisa diasosiasikan dengan pemikiran. Sebagian menganggapnya gaya berpakaian, sebagian lagi menganggapnya ajaran agama. Tak masalah sudut pandang mana yang diambil selama tidak memaksakan keyakinannya ini pada orang lain.
Sungguh sangat ironis, film yang dengan terang benderang memperlihatkan intoleransi pada kelompok yang tidak sepaham dan sepemikiran, bahkan menonjolkan penghinaan terhadap keyakinan saudara seiman, malah dibintangi oleh tokoh dan santri-santri NU, serta ditayangkan di kanal NU sendiri. Padahal, "konon" orang-orang NU sangat menjunjung tinggi toleransi beragama dan keyakinan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H