Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Video Investigasi Narasi TV Menampar Kinerja Polisi

29 Oktober 2020   21:36 Diperbarui: 29 Oktober 2020   21:42 800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Video investigasi pembakaran halte Trans Jakarta dari Narasi TV menampar media arus utama dan aparat kepolisian (tangkapan layar dok. narasi)

Melalui video pendek berjudul "62 Menit Operasi Pembakaran Halte Sarinah", Narasi TV menghentak publik jagad maya. Dalam video pendek yang ditayangkan perdana 28 Oktober 2020, tim Buka Mata Narasi TV membongkar terduga pelaku pembakaran halte Trans Jakarta Sarinah saat ribuan mahasiswa dan buruh berdemonstrasi menolak Omnibus Law, 8 Oktober 2020 lalu.

Menurut analisis tim Buka Mata Narasi TV, para pelaku memang datang untuk membakar Halte TransJakarta dan memperburuk situasi aksi demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja.

Pelaku mula-mula datang dari arah Jalan Sunda secara berkelompok saat aksi mulai panas di perempatan Sarinah. Mereka sempat berfoto-foto dan melakukan pengamatan. Secara terencana, para pelaku kemudian berpencar untuk membakar Halte TransJakarta.

Saat mahasiswa terlibat bentrokan dengan Polisi di perempatan Sarinah, para pelaku sibuk melakukan pengrusakan halte. Mereka lantas memanfaatkan momen itu untuk melakukan pengrusakan lebih masif dengan sengaja menyulut api di dalam halte.

Hanya butuh waktu satu jam bagi para pelaku untuk menyulut api dan membuat bara di Jalan MH Thamrin. Dan para pelaku bukan bagian dari mahasiswa atau buruh yang menjadi motor penggerak aksi demonstrasi penolakan Undang-Undang Cipta Kerja yang baru disetujui DPR dan Pemerintah dalam rapat paripurna pada 5 Oktober 2020.


Hasil investigasi tim Buka Mata Narasi TV tersebut didasarkan pada metode deduksi dari penggabungan video-video pendek yang tersebar di berbagai media sosial, baik dari rekaman pribadi maupun rekaman CCTV yang dapat diakses publik. Video-video tersebut kemudian disusun kembali secara rinci, diperbandingkan satu sama lain hingga akhirnya diperoleh hasil analisa kronologi kejadian: bahwa pelaku pembakaran memang datang sengaja untuk membakar halte Trans Jakarta!

Video Investigasi Narasi TV Menampar Hasil Penyelidikan Polisi

Menanggapi hasil investigasi Narasi TV yang viral di media sosial, Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat mengatakan video tersebut akan jadi bahan penyelidikan.

"Video itu bisa sebagai bahan penyelidikan," kata Ade kepada CNNIndonesia.com, Kamis (29/10).

Ade mengatakan pihaknya akan menganalisis lebih lanjut hasil investigasi dari Narasi TV untuk mengembangkan penyidikan terkait potensi tersangka baru. Ia menyatakan sejauh ini Polda Metro Jaya sudah menetapkan beberapa tersangka terkait pembakaran halte tersebut.

Tanggapan pihak aparat kepolisian ini malah mengundang satu pertanyaan besar: Kalau video investigasi Narasi TV dijadikan bahan penyelidikan, lalu siapa yang sudah dijadikan tersangka terkait pembakaran halte tersebut versi polisi?

Pada 12 Oktober lalu, Polda Metro Jaya merilis 4 tersangka pembakaran yang berhasil ditangkap. Meski wajah keempat tersangka tersebut memakai masker, menurut Narasi TV tak ada satu pun dari keempatnya yang ciri-cirinya sama dengan hasil analisa Narasi TV.

Narasi TV sempat mengonfirmasi temuan mereka ke Polda Metro Jaya. Menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus, pihaknya mengakui belum menangkap tersangka yang wajahnya viral di media sosial.

Setelah wawancara bangku kosong, tayangan video investigasi pembakaran halte Trans Jakarta ini merupakan hasil karya jurnalistik terbaik dari kanal televisi yang dibesut Najwa Shihab. Di saat publik mulai bosan dan skeptis dengan jurnalisme media-media utama yang cenderung hiper-partisan, Narasi TV menjadi pilihan utama bagi publik untuk mendapatkan informasi sesuai fakta yang sebenarnya, bukan yang dibingkai atas nama kepentingan pemilik modal. 

Investigasi Narasi TV Mirip dengan Film "Kill The Messenger"

Video investigasi Narasi TV ini mengingatkan saya pada film "Kill The Messenger". Film yang dibintangi Jeremy Renner dan disutradari Michael Cuesta ini menceritakan kisah nyata jurnalis investigasi Garry Webb dari surat kabar lokal San Jose Mercury News.

Pada tahun 1996, Webb menulis tiga artikel bersambung dengan judul "Dark Alliance" di Mercury News. Webb, yang pada tahun 1989 pernah memenangkan penghargaan Pulitzer menuliskan laporan investigasi bahwa CIA bertanggung jawab atas sebagian besar pengiriman kokain ke Amerika Serikat pada tahun 1980-an.

Webb melakukan penyelidikan selama setahun di mana ia menemukan sumber peredaran narkoba yang berbasis di San Francisco, yang memiliki hubungan dengan kelompok Kontras Nikaragua yang disponsori CIA. Bandar yang disebutnya FDN ini kemudian menjual kokain ke dealer di South Central Los Angeles.

Jutaan dolar yang dihasilkan dari penjualan itu kemudian digunakan untuk mendanai perang rahasia melawan rezim Sandinista yang berhaluan kiri. Singkatnya, Webb menuduh CIA terlibat dalam upaya membuat ribuan orang Afro-Amerika yang miskin kecanduan kokain untuk mendanai para pemberontak di Amerika Tengah.

Tulisan Webb langsung memantik perhatian publik. Mercury News laku keras. Ceritanya menarik ratusan ribu pembaca ke situs surat kabar pada saat frasa "menjadi viral" masih menjadi binar di mata internet. Ketertarikan publik lebih banyak disebabkan adanya foto pendukung yang menggambarkan tangan kasar dari seorang pria yang merokok di bawah segel CIA.

Tentu saja, tulisan Webb langsung membuat CIA kelabakan dan sibuk menyiapkan alibi serta pembelaan. Lebih dari itu, tulisan Webb juga mempermalukan banyak surat kabar besar atau media arus utama. Bagaimana mungkin sebuah surat kabar lokal bisa membuat jurnalisme investigasi yang meledak dan menjadi viral?

Sama seperti video investigasi pembakaran halte Trans Jakarta. Meski kasusnya cukup "sepele", tak sepenting dan segenting kasus yang diselidiki Garry Webb, tapi video ini mampu menampar dengan telak media arus utama sekaligus aparat kepolisian itu sendiri.

Dengan sumber daya yang jauh lebih besar dan lebih lengkap, aparat kepolisian seharusnya bisa melakukan investigasi model Narasi TV. Menggabungkan potongan-potongan video pendek yang diunggah di berbagai media sosial, mencocokkannya dengan rekaman CCTV -- yang dengan kekuasaannya polisi bisa memperolehnya dengan mudah -, lalu membuat deduksi.

Sangat aneh apabila Polda Metro Jaya mengaku belum menangkap pelaku yang foto wajahnya viral di media sosial. Lebih aneh lagi, Polda Metro Jaya malah menjadikan video investigasi Narasi TV sebagai bahan penyelidikan mereka.

Jurnalisme Investigasi, Kemewahan Terakhir Pers Indonesia

Apa yang sudah dilakukan tim Buka Mata Narasi TV patut kita apresiasi. Sedikit sekali media yang mau melakukan jurnalisme investigasi, apalagi media independen seperti Narasi TV.

Sudah cukup lama pers Indonesia mendapat sorotan tajam. Kemerdekaan, netralitas dan independensi pers Indonesia sudah hilang. Narasi-narasi sumbang yang hiper-partisan kini menghiasi judul dan isi berita. Pers Indonesia seolah terbelenggu pada kekuasaan semata. Bukan karena mereka dibungkam, tapi karena banyak jurnalis dan media Indonesia sudah menjual diri.

Pendiri Harian Umum Kompas, P.K. Ojong pernah berkata,

"Secara intituitif setiap orang merasakan bahwa tugas utama pers adalah mengontrol dan kalau perlu mengecam pemerintah. Wartawan jangan sekali-sekali meminta dan menerima fasilitas dari pejabat. Sekali hal itu terjadi, ia tidak bebas lagi menghadapi pejabat itu dalam profesinya. Tugas pers bukanlah untuk menjilat penguasa tapi untuk mengkritik yang sedang berkuasa."

Seek Truth and Report it! Carilah kebenaran dan laporkan! Ini adalah prinsip dasar dari kode etik jurnalistik. Ini pula yang dilakukan Narasi TV melalui video pendek investigasi pembakaran halte Trans Jakarta.

Pertanyaannya sekarang, apakah aparat kepolisian dan jurnalis media arus utama merasa tertampar dengan jurnalisme investigasi a la Narasi TV?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun