Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menjadi Penulis Generalis di Kompasiana Itu Istimewa

22 Oktober 2020   21:39 Diperbarui: 22 Oktober 2020   21:42 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kekuatan super seorang penulis generalis ada pada ketekunannya melakukan riset (ilustrasi:clearvoice.com)

Kalau aku ingin belajar menulis dengan tata bahasa Indonesia yang baik dan benar, kusempatkan waktu singgah di ruang baca mas Khrisna Pabhicara.

Bila ingin tahu resensi film atau rekomendasi tontonan yang menarik, otakku langsung tertuju pada satu nama, mas Yonathan Christianto.

Jika ingin belajar tentang saham, investasi atau masalah finansial lainnya, aku mampir sejenak di lapak mas Adica Wirawan.

Kalau ingin membaca cerita pendek misteri, horor, atau puisi-puisi romantis, kuberhentikan langkahku di rumah mbak Lilik Fatimah Azzahra.

Sekali waktu, aku ingin merefleksikan perjalanan hidup. Tak ada yang lebih berharga daripada belajar langsung dari seseorang yang sudah kenyang makan asam garam kehidupan seperti opa Tjiptadinata Efendi dan oma Roselina.

Yah, mereka adalah beberapa penulis spesialis di Kompasiana yang kukagumi di antara sekian banyak penulis spesialis lain yang juga sama kukagumi namun sayangnya tidak bisa kusebutkan satu per satu di artikel ini.  Di setiap karya tulis mereka, aku banyak mengambil pelajaran.

Penulis spesialis memilih ceruk tertentu - apakah itu finansial, bahasa, teknologi,film dll - dan tetap menulis tentang satu topik itu. Meski sesekali mereka kadang melepas rasa bosan dengan menulis topik yang berbeda.

Penulis spesialis juga biasanya sudah memiliki keahlian di bidang yang mereka tulis. Keahlian yang didapat dari pengalaman maupun pengakuan keahlian berdasarkan kredensial (gelar akademik).

Sebaliknya, seorang generalis menulis segala hal. Mulai dari ulasan produk, esai akademik, cerpen, puisi, atau artikel populer dengan beragam tema. Generalis tidak memilih ceruk.

Keuntungan menjadi spesialis adalah mereka bisa memosisikan personal branding (merek diri). Mereka adalah orang-orang yang mudah dilihat dan diperhatikan. Pembaca akan lebih percaya artikel dari orang yang sudah ahli daripada penulis dadakan yang artikelnya sebatas coba-coba.

Lalu, di manakah aku berada?

Saat pertama menulis di Kompasiana 8 tahun yang lalu, aku menjadi spesialis. Masa 2 tahun pertama kulalui dengan menulis artikel khusus sepakbola, terutama sepakbola nasional. Mulai dari kisruh dualisme PSSI hingga serba-serbi sepakbola dunia.

Lambat laun, aku merasa bosan. Aku pun mulai menjelajahi topik-topik di luar sepakbola. Perlahan namun pasti, aku menemukan kecocokan menjadi generalis, baik generalis topik maupun generalis jenis tulisan.

Generalis topik, artinya aku fleksibel menulis topik apa pun. Dari topik digital, marketing, sosial budaya, agama, pertanian, politik, pokoknya apa pun sepanjang itu menarik minatku dan bisa kutuliskan.

Aku juga terkadang menjadi penulis generalis jenis. Maksudnya, aku bisa menulis fiksi atau non fiksi. Menulis cerpen ok, puisi boleh juga. Meskipun cerpenku tidak semenarik cerpennya si Ratu Diksi mbak Lilik Fatimah Azzahra, dan puisiku tidak seindah karya mas Syahrul Chelsky.

Tak jarang pula aku menulis makalah ilmiah yang biasanya kutayangkan di situs Academia. Menulis resensi buku atau biografi tokoh juga pernah. Pokoknya gado-gado. Hanya satu jenis tulisan yang belum pernah kubuat: buku ajar.

Kalau menjadi penulis spesialis bisa dengan mudahnya memosisikan merek diri, menjadi penulis generalis jelas tidak mudah, malah cenderung gampang dilupakan. Ibaratnya, aku hanya remahan rengginang yang terbenam di dasar toples berisi kerupuk ikan tengiri. Tentu, yang pertama kali dipilih tamu adalah kerupuk tengirinya. Jarang sekali ada tamu yang mau bersusah payah membongkar tumpukan kerupuk hanya untuk mencari remahan rengginang.

Meski sulit mendapatkan merek diri, menjadi penulis generalis itu istimewa. Kekuatan super seorang penulis generalis ada pada ketekunannya melakukan riset. Penulis generalis sadar bahwa dia tidak memiliki kecakapan khusus untuk menulis topik tertentu.

Namun, kekurangannya itu berhasil ditutupi berkat keunggulannya dalam melakukan riset. Dibutuhkan sejumlah keterampilan tertentu untuk mengambil subjek yang tidak kita ketahui dan merisetnya sampai kita cukup percaya diri untuk menulis beberapa ribu kata tentangnya.

Menulis di banyak ceruk juga merupakan tanda pertumbuhan. Menjadi penulis generalis berarti kita harus bersedia untuk belajar dan bereksperimen. Aku mungkin tidak akan berhasil menjadi penulis seperti sekarang jika tidak pernah belajar dan bereksperimen dalam gaya tulisan. Baik itu satir, humor, ilmiah atau populer. Dan, dari penulis-penulis spesialis itulah aku belajar.

Mudah bagi pembaca untuk kagum pada penulis spesialis, dan sulit untuk mengagumi tulisan seorang generalis. Aku sendiri tidak ambil pusing. Bagiku, menulis berbagai topik adalah kenikmatan tersendiri dan tantangan "rasa baru" dalam menulis. Menulis apa pun patut dicoba, tetapi bukan sekadar coba-coba.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun