Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jejak Suara Kritis Para Jenderal, Dari Petisi 50 Hingga KAMI

3 Oktober 2020   11:18 Diperbarui: 3 Oktober 2020   11:28 1070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petisi 50 menyoroti sikap Soeharto yang menjadikan Pancasila sebagai alat untuk mengancam musuh politiknya (sumber gambar: minews.id)

Masih tetap kritis, FKS berencana menemui Presiden Soeharto untuk berdialog mengenai situasi politik tanah air. Namun rencana itu batal menyusul adanya gosip yang mengatakan para pensiunan jenderal itu berniat makar.

Lahirnya Petisi 50

Di tempat lain, bekas Menhankam dan Ketua MPRS, Jenderal A.H Nasution bersama mantan wakil presiden Muhammad Hatta memprakarsai lahirnya Yayasan Lembaga Kesadaran Berkonstitusi (YLKB). Beberapa pensiunan perwira tinggi militer ikut masuk ke dalam yayasan, di antaranya ada Jenderal (Purn) Hoegeng Imam Santoso, mantan Gubernur DKI Jakarta Letjend (Purn) Ali Sadikin, dan A.Y. Mokoginta serta M. Jasin yang pernah ikut Fosko.

Sepekan sebelum yayasan ini lahir, Nasution bersama sejumlah tokoh YLKB melansir kritik keras terhadap pemerintah Orde Baru dengan mengatakan Pancasila dan UUD 1945 telah diselewengkan. Hingga bisa ditebak, arah YLKB ke depannya tak jauh berbeda dengan Fosko 1978 yang kemudian dibubarkan.

Presiden Soeharto menanggapi kritik yang datang dari mantan teman sejawatnya itu dengan keras.  Di depan peserta rapat pimpinan ABRI 27 Maret 1980 di  Pekanbaru, Soeharto berpidato mengingatkan jajaran ABRI akan adanya kelompok yang ingin mengganti Pancasila. Soeharto mengulang kembali pidatonya di acara HUT ke-28 Kopassandha (sekarang kopassus) 16 April 1980 di Cijantung, Jakarta.

Bahkan dalam pidatonya itu, Soeharto mengatakan (kalau terpaksa) lebih baik menculik seorang dari 2/3 anggota (MPR) yang hendak mengubah UUD 1945 dan Pancasila, agar kuorum tak tercapai. Lewat kesempatan itu pula, Pak Harto juga menolak isu-isu negatif yang ditujukan pada dirinya dan keluarganya.

Jawaban Soeharto atas kritik yang dilontarkan YLBK malah mengundang reaksi keras dari para purnawirawan jenderal dan membuat situasi politik bertambah panas. Nasution kemudian memutuskan bahwa penentang rezim harus membuat pernyataan besar.

Bersama Ali Sadikin, Hoegeng dan Azis Saleh dari YLBK, Nasution mengajak para tokoh ternama, baik dari sipil maupun militer untuk merancang petisi yang dinamakan Surat Keprihatian.  Total ada 50 tokoh yang ikut teken sehingga Surat Keprihatinan itu dikenal dengan sebutan Petisi 50 sekaligus menandai lahirnya kelompok Petisi 50.

Inti dari Surat Keprihatian adalah kekecewaan para tokoh nasional terhadap Presiden Soeharto yang menganggap dirinya sebagai pengejawantahan Pancasila. Hingga setiap kritik yang dialamatkan kepada dirinya dianggap sebagai kritik terhadap ideologi Pancasila. Selain itu, Petisi 50 juga menyoroti sikap Soeharto yang menggunakan Pancasila sebagai alat "untuk mengancam musuh-musuh politiknya".

Surat keprihatinan itu kemudian disampaikan ke DPR dengan permintaan untuk ditanggapi. Gayung bersambut, 19 anggota DPR dari F-PP dan F-PDI menanggapi Petisi 50 dengan mengajukan pertanyaan kepada pemerintah. Pada 14 Juni 1980, Ketua DPR Daryatmo meneruskan pertanyaan tersebut kepada pemerintah.

Melalui Mensesneg Sudharmono, Presiden Soeharto menjawab Petisi 50 yang disampaikan kepada DPR pada 1 Agustus 1980.

"Saya yakin para penanya sebagai anggota DPR, wakil-wakil rakyat yang telah banyak memiliki pengalaman: politik, dengan membaca baik-baik pidato yang saya sampaikan itu, akan dapat memahami maksud serta isi pidato-pidato saya tersebut, sehingga dengan demikian dapat merupakan jawaban yang memadai atas hal-hal yang dipertanyakan itu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun