Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bila Holocaust Nazi Selalu Diperingati, Mengapa Kita Tidak Boleh Mengingat Kekejaman PKI?

22 September 2020   23:14 Diperbarui: 23 September 2020   10:12 1718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana pada peringatan Hari Kesaktian Pancasila tahun 1989. Monumen Pancasila Sakti dibangun di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur, di dekat sumur maut yang dijadikan tempat pembuangan mayat para perwira tinggi TNI AD korban pembunuhan pada awal Oktober 1965. Pelaku pembunuhan adalah prajurit-prajurit TNI AD menyusul peristiwa G30S yang terus menjadi kontroversi hingga sekarang. Setiap tahun di depan monumen tersebut dilaksanakan upacara bendera Hari Kesaktian Pancasila.(KOMPAS/KARTONO RYADI)

Sebab, kita seringkali lupa dan tidak mau belajar dari sejarah gelap. Ada banyak peristiwa kekejaman dan pembantaian yang dilakukan kelompok tertentu terhadap kelompok lainnya yang tidak seideologi atau tidak sama ras dan suku.

Di Kamboja, ada peristiwa pembantaian rakyat Kamboja oleh rezim komunis Pol Pot. Di Rwanda, ada pembantaian etnis Tutsi. Di Cina, ada pengekangan dan upaya genosida terhadap Muslim Uighur. Dan di Indonesia sendiri, ada peristiwa pemberontakan G30S/PKI.

Maka, sangat aneh apabila ada pihak-pihak yang tidak menginginkan rakyat Indonesia mengenang dan mengingat kekejaman PKI terhadap rakyat yang tidak mau tunduk pada ideologi mereka. 

Sangat janggal apabila ada sesama anak bangsa yang justru ingin kita melupakan saja peristiwa kelam yang menyebabkan gugurnya para Pahlawan Revolusi dan hilangnya nyawa jutaan rakyat Indonesia.

Tujuan kita mengingat kembali kekejaman yang dilakukan PKI dan memperingati peristiwa pemberontakan mereka bukan untuk mengungkit-ungkit kesalahan. Bukan pula untuk menarik garis batas politik identitas.

Tidak untuk mengucilkan keturunan para pelaku kekejaman itu, tidak pula untuk menebar kebencian atas peristiwa yang sudah berlalu.

Melainkan untuk menghormati para penyintas, mengingat mereka yang tiada, dan belajar dari kesalahan masa lalu. Dengan belajar dari kesalahan itulah kita bisa waspada agar peristiwa serupa tidak akan terulang pada anak cucu kita nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun