Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

KPU Izinkan Gelar Konser Musik untuk Kampanye, Kluster Pilkada Semakin Nyata

16 September 2020   09:07 Diperbarui: 16 September 2020   16:05 937
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi konser (Gambar: Shutterstock via Kompas.com)

Apa jadinya kampanye pilkada tanpa konser musik dangdut?

Hambar, sepi, tidak menarik, dan kemungkinan besar banyak masyarakat enggan menyalurkan hak pilihnya. Harus kita akui, daya tarik utama pilkada dan cara paling efektif untuk menyampaikan janji atau program dari para calon kepala daerah hanya melalui kampanye terbuka lengkap dengan konser musik dangdutnya.

Meski Pandemi, KPU Tetap Izinkan Gelar Konser Musik Saat Kampanye Pilkada

Mungkin ini yang menjadi alasan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengijinkan peserta Pilkada 2020 untuk berkampanye dengan menggelar konser musik. Selain alasan utamanya bentuk kampanye seperti ini sudah diatur undang-undang.

Komisioner KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan diijinkannya peserta pilkada menggelar konser dalam kampanye mereka karena sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pilkada, sehingga PKPU mengikuti aturan tersebut.

"Bentuk-bentuk kampanye juga sudah diatur di situ, tentu KPU tidak bisa mengubah dan meniadakannya," ujar Dewa dalam webinar yang digelar KPU, Selasa (15/9).

Pasal 63 PKPU Nomor 10 Tahun 2020 mengatur tujuh jenis kegiatan yang tidak melanggar larangan kampanye dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Jenis-jenis kegiatan itu ialah rapat umum; kegiatan kebudayaan berupa pentas seni, panen raya, dan/atau konser musik; kegiatan olahraga berupa gerak jalan santai, dan/atau sepeda santai; perlombaan; kegiatan sosial berupa bazar dan/atau donor darah; peringatan hari ulang tahun Partai Politik; dan/atau melalui Media Daring.

Menurut Dewa, KPU sebenarnya sudah punya banyak rencana membuat aturan kampanye yang menyesuaikan situasi terkini selama pandemi. Namun, rencana itu tidak bisa serta merta diterbitkan karena harus sesuai dengan undang-undang yang sudah ada.

Meski mengijinkan peserta pilkada 2020 menggelar konser musik, KPU tetap menyelipkan protokol kesehatan dalam pelaksanaannya. Pada pasal 63 Ayat 2 PKPU No. 10 tahun 2020 diatur bahwa maksimal peserta kampanye rapat umum di tempat terbuka adalah 100 orang. Setiap peserta juga wajib menjaga jarak minimal 1 meter.

Meski pandemi, KPU tetap mengijinkan peserta pilkada menggelar konser musik saat kampanye (foto: tribratanews.jateng.polri.go.id)
Meski pandemi, KPU tetap mengijinkan peserta pilkada menggelar konser musik saat kampanye (foto: tribratanews.jateng.polri.go.id)

Keputusan KPU Kontradiktif dengan Langkah Penanganan Pandemi Covid-19 dari Pemerintah

Keputusan KPU ini bertolak belakang dengan permintaan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Dalam pelaksanaan kampanye maupun kegiatan lain selama rangkaian pilkada, Tito meminta tak ada pihak yang menggelar acara dangdutan.

"Rapat umum saya menyarankan 50 orang maksimal dan kemudian lebih banyak virtual kalau untuk yang bisa ada sarana virtual, media dll. Jadi gaya-gaya yang seperti buka panggung, joget-joget, bawa penyanyi dangdut, segala macam, sambil muter-muter sambil nyawer-nyawer itu sebagian besar tidak ada," ujar Tito dalam acara rapat koordinasi 'Pilkada Serentak Tahun 2020 dan Pengarahan kepada Satuan Tugas COVID-19 Bengkulu', yang disiarkan di YouTube Kemendagri, Jumat (7/8/2020).

Tak hanya itu, Tito juga meminta Bawaslu dan tim Penegak Hukum Terpadu (Gakkumdu) menertibkan pelanggar Pilkada. Bahkan jika berulangkali melanggar tanpa mengindahkan peringatan sebelumnya, Tito meminta peserta pilkada yang melanggar itu didiskualifikasi.

Namun apa boleh buat, permintaan Mendagri serta kekhawatiran banyak pihak akan bahaya kluster Pilkada diabaikan begitu saja oleh KPU, hanya demi alasan mematuhi undang-undang yang berlaku. Seolah undang-undang itu tidak bisa dibengkokkan sedikit saja.

Jika KPU masih tetap mengizinkan peserta pilkada menggelar konser atau kegiatan lain yang mengumpulkan banyak massa, bukan tidak mungkin akan terjadi ledakan kasus positif Covid-19 di Indonesia.

Epidemiolog dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra bahkan memprediksi pilkada akan menghasilkan klaster jumbo Covid-19.

"Kita berharap Pemerintah tidak menganggap sepele Pilkada. Adapun kasus Covid-19 sudah (lebih) 200 ribu, jadi bayangkan nanti kita bisa tembus 500 ribu bahkan melonjak sejuta kasus," kata Hermawan dikutip dari CNN Indonesia.

Di satu sisi, Presiden Jokowi sudah memerintahkan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan beserta Kepala BNPB Doni Mordano untuk mengatasi kasus Covid-19 di 9 provinsi dalam 2 minggu. Dengan diperbolehkannya peserta pilkada menggelar konser dalam kampanye mereka, tentu tugas yang diemban Luhut dan Doni Mordano bertambah berat.

KPU Harusnya Meniru Raisa yang Merasa Memikul Beban Moral

Jika dihitung dari sekarang, batas waktu dua minggu itu akan berakhir pada 29 September 2020 mendatang, sementara pada 26 September nanti kampanye Pilkada 2020 sudah mulai ditabuh. Kegiatan ini dijadwalkan berlangsung hingga 5 Desember, kurang lebih dua bulan lamanya.

Keputusan KPU ini sangat kontradiktif dengan apa yang sudah dilakukan pemerintah, baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam upaya menangani pandemi Covid-19. Rasanya sia-sia saja pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ataupun PSBM jika kegiatan yang rawan penularan malah diijinkan.

KPU semestinya bisa mencontoh sikap penyanyi Raisa, yang rela menunda konser musiknya karena merasa beban moral apabila sampai ada pengunjung yang tertular Covid-19 saat menonton konser.

Mungkin KPU menganggap konser musik bisa meningkatkan imunitas tubuh sehingga membolehkan peserta Pilkada menggelar konser musik, sebagaimana dibolehkannya bioskop dibuka kembali dengan alasan yang sama.

Dengan diizinkannya konser musik Pilkada padahal jumlah kasus positif Covid-19 di negara kita masih terus bertambah banyak, kalimat "dengan tetap menjalankan protokol kesehatan" akan jadi kalimat klise yang ujungnya menganggap kedaruratan pandemi ini sebagai angin lalu.

Sebagai lembaga pemerintah, KPU harusnya menjadi pahlawan atau ujung tombak pencegahan Covid-19, dengan mendorong peserta Pilkada untuk mencari alternatif kampanye yang lebih kreatif, tanpa harus mengumpulkan banyak orang demi mencegah terbentuknya kluster Pilkada dan mencegah penularan Covid-19 kian masif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun