Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

"Pseudo Literasi" dan Pudarnya Idealisme Kompasiana

13 September 2020   09:14 Diperbarui: 13 September 2020   09:25 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada 2 komentar menarik yang dilontarkan 2 Kompasianer yang membuat saya tergerak menulis tema yang agak berat ini. Pertama, Kompasianer Marahalim Siagian mengomentari artikel sistem poin dan pangkat yang saya tulis. Agar tak perlu repot mengklik tautannya, saya kutip sebagian dari komentarnya yang panjang lebar yang relevan dengan topik yang akan saya bahas,

"Saya mengetahui bebeberapa Kompasiner yang suka melakukan trik ini. Komentar template, me-rating semua konten sebanyak-banyaknya selama berjalam-jam. Normalnya, kita butuh 3-4 menit untuk membaca artikel, bagaimana orang bisa me-rating 10 artikel dalam waktu 2 menit?

Perhatikan rating yang diberikan, artikel sejarah di-rating AKTUAL. Kalau konten puisi cara aman yang saya lihat dilakukan adalah me-rating-nya dengan INSPIRATIF. Namun, anda bisa kena batu jika tak baca kontennya. Masak puisi berduka di-rating Inspiratif? Hehehe itu bisa menyakiti hati penulisnya.

Kalau kembali ke "idealisme" Beyond Blogging ini, meliterasi publik, orang-orang yang suka mencari nilai tertinggi justru merusaknya, isi kepalanya tidak bertambah besar, jempolnya yang membesar. Pseudo-literasi."

Lalu, komentar kedua datang dari Kompasianer Khrisna Pabichara. Bukan di artikel yang sama, melainkan di percakapan di grup WhatsApp Kompasianer Berbalas. Di sana, tiba-tiba mas Khrisna Pabichara melempar isu: Mengapa topik pilihan di Kompasiana sekarang cenderung jadi wadah buat tukar gosip? Kemarin topik perceraian, sekarang perselingkuhan.

"Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa kok begini-begini amat, ya?" kata mas Khrisna.

Dua komentar dari dua kompasianer ini kalau saya amati punya satu benang merah, yakni: Pseudo Literasi dan idealisme Kompasiana.

Memahami Pseudo Literasi

Kompasianer Marahalim Siagian menyoroti terjadinya pseudo-literasi di Kompasiana karena banyak Kompasianer suka mencari nilai tertinggi, atau berlomba-lomba menjadikan artikelnya terpopuler. Ini tak lepas dari adanya K-Rewards yang diberikan Kompasiana setiap bulan yang sistem perhitungannya berdasarkan jumlah pembaca.

Menurut bang Marahalim Siagian, kondisi ini kontradiktif dengan idealisme jargon Beyond Blogging yang diusung Kompasiana. Idealnya, jargon ini hendaknya diterjemahkan menjadi upaya untuk meliterasi publik dengan baik dan benar.

Sementara mas Khrisna Pabhicara mengungkapkan kegundahan yang sama, tapi lewat jalan yang berbeda. Mas Khrisna menyoroti topik-topik pilihan yang dilemparkan Kompasiana belakangan ini melenceng dari "upaya mencerdaskan bangsa".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun