Setelah dimandikan dan dikafani, jenazah balita berusia 4 tahun itu kemudian disalati di ruang tamu rumah Mbak Tutik. Ruang tamu yang sempit itu terasa sesak meskipun hanya sedikit warga yang ikut salat jenazah.
Usai salat, aku bertanya pada Irfan siapa yang akan menggendong jenazah ke pemakaman.
"Aku gak kuat mas," kata Irfan sambil terisak, "Biar bapak saja yang menggendongnya."
Aku menoleh pada bapaknya Ita, yang dijawab dengan anggukan pelan. Kemudian, dibantu pak Mudin dan adiknya Ita, kugendongkan jenazah balita itu ke pangkuan kakeknya.
Dengan dibonceng naik sepeda motor, jenzah putrinya Ita kami antarkan ke pemakaman umum kelurahan. Dalam doanya, pak Mudin menghaturkan harapan pada Sang Khaliq agar meninggalnya anak yang bersih tiada dosa ini bisa membuka pintu ampunan dan menjadi penolong bagi orangtuanya kelak di akhirat serta orangtua dan keluarga lain yang ditinggalkan diberi ketabahan dan kesabaran.
Setelah membantu proses pemakaman, Pak RT melalui grup WhatsApp berpesan pada warga untuk selalu menjaga kesehatan dan mematuhi protokol kesehatan.
Pak RT juga berpesan apabila ada warga yang mengalami gejala sakit demam atau batuk, diharap dengan kesadaran diri sepenuhnya untuk melapor dan melakukan isolasi mandiri atau minimal mengurangi interaksi dengan warga lainnya.
Bagaimanapun juga, terlepas dari masih adanya warga yang tidak percaya atau ragu dengan Covid-19, pandemi ini nyata adanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H