Mengapa bukan berdasarkan tahun terjadinya haji Wada (perpisahan) dan mengapa bukan berdasarkan tahun meninggalnya Rasulullah SAW?
Dipilihnya tahun peristiwa hijrahnya Rasullullah SAW bukan tanpa alasan yang kuat. Khalifah Umar bin Khattab beserta para sahabat memandang peristiwa hijrah itu sebagai momentum di mana masyarakat Islam secara resmi menjadi masyarakat yang berdaulat dan diakui keberadaannya oleh golongan masyarakat lainnya.
Sejak peristiwa hijrah itulah umat Islam punya sistem undang-undang formal, punya pemerintahan resmi dan punya jati diri sebagai sebuah negara yang berdaulat. Sejak itu masyarakat Islam memiliki landasan hukum Islam yang tegak dan ditegakkan, bukan masyarakat dengn aturan liar. Dan sejak itulah umat Islam bisa duduk sejajar dengan negara/kerajaan lain dalam percaturan dunia internasional.
Makna Hijrah dan Hubungannya dengan Tahun Hijriah
Jika hijriah adalah sebutan untuk perhitungan kalender Islam, beda lagi dengan hijrah. Secara literal, hijrah artinya 'meninggalkan, menjauhkan dari dan berpindah tempat'. Makna harfiahnya, hijrah berarti  pindah atau menyingkir untuk sementara waktu dari suatu tempat ke tempat lain yang lebih baik untuk alasan tertentu (demi keselamatan, kebaikan dan sebagainya).
Peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad sendiri tidak terjadi di bulan Muharram, bulan pembuka tahun Hijriah. Dalam kitab Al Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir menyebutkan hijrahnya Rasulullah SAW terjadi pada bulan Rabi'ul Awwal tahun ke-13 dari diutusnya beliau sebagai rasul Allah. Sementara riwayat lain mengatakan peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad terjadi pada bulan Sya'ban.
Meski berbeda makna, antara hijrah, tahun hijriah serta bulan Muharram sebagai bulan pembuka kalender Islam saling berkaitan erat. Bulan Muharram adalah bulan suci sebagaimana yang difirmankan Allah dalam Al Quran,
"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu" (QS. At Taubah: 36).
Menurut Ibnu Abbas, bulan haram (suci) artinya jika seseorang melakukan maksiat pada empat bulan tersebut, dosanya akan lebih besar. Begitu pula sebaliknya, jika melakukan kebaikan maka pahalanya juga akan lebih besar.
Dalam hadis yang berasal dari Abu Bakroh, Rasulullah menyebut empat bulan haram (suci) itu adalah tiga bulan berturut-turut yakni Dzulqo'dah, Dzulhijjah dan Muharram dan satu lagi bulan Rajab yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya'ban (HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679).
Di antara empat bulan suci itu, kedudukan bulan Muharram sangat istimewa. Rasulullah SAW menyebut bulan Muharram sebagai "syahrullah", bulannya Allah.
"Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadan adalah puasa pada syahrullah (bulan Allah) yaitu Muharram. Sementara salat yang paling utama setelah salat wajib adalah salat malam" (HR. Muslim 2812).