Masalah pembelajaran jarak jauh (PJJ) di negara kita sangatlah kompleks sehingga ada saja yang kita keluhkan. Mulai dari kebosanan siswa, biaya pulsa yang semakin membengkak hingga sinyal internet yang susah didapat.
Pada masa pandemi, kebutuhan pulsa dan kuota internet menjadi kebutuhan utama. Bagi orangtua yang rumahnya sudah dilewati jaringan fiber optik dan berlangganan internet kabel, hal ini tentu tidak jadi masalah. Namun, bagaimana dengan orangtua siswa yang mengandalkan jaringan internet dari operator seluler? Kuota internet mereka tentu akan membengkak, dan pengeluaran rumah tangga akan semakin besar.
Rencana Pemerintah Memberi Bantuan Pulsa Gratis
Sejauh ini, pemerintah belum dapat memberi solusi yang komprehensif, yang bisa menuntaskan atau mengatasi setiap keluhan dari masyarakat terkait pembelajaran jarak jauh. Â Terbaru, pemerintah berencana memberi bantuan pulsa gratis bagi tenaga pengajar dan peserta didik melalui mekanisme subsidi.
Menteri BUMN sekaligus Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Erick Thohir mengatakan, bantuan ini tengah dikaji oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Keuangan, serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
"Kemarin, Kominfo bersama Menteri Keuangan dan Mendikbud sekarang sedang pelajari apakah ada juga bantuan subsidi pulsa untuk dosen, guru, murid, semuanya. Saya, belum bisa presentasi detail karena itu masih digodok," terang Erick, dikutip dari CNN, Kamis (13/8).
Sementara itu Menteri Komunikasi dan Informatika ( Menkominfo) Johnny G Plate mengatakan, subsidi pulsa bagi para tenaga pengajar dan murid akan mulai digulirkan pada September 2020.
"Betul (subsidi pulsa untuk dukung pembelajaran jarak jauh) long distance electronic learning, diharapkan penyesuaian DIPA bisa segera selesai dan mulai digulirkan September," ujar Johnny kepada Kompas.com, Kamis (13/8/2020).
Menghitung Kebutuhan Kuota Internet dan Besar Subsidi Pulsa Pemerintah
Lantas, berapa nilai subsidi pulsa yang akan diberikan pemerintah?
Erick Thohir mengatakan tidak dapat memberikan detil pasti karena aturan dan mekanisme pemberiannya sedang digodok. Tapi, mari kita bantu pemerintah dengan membuat hitungan kasar, berapa biaya pulsa atau kuota internet yang dibutuhkan siswa.
Apabila sekolah atau guru membuat kelas pertemuan virtual lewat Zoom atau Google Meet, rata-rata siswa menghabiskan kuota 200 MB untuk satu jam sesi pembelajaran. Ditambah pembelajaran online lewat grup WhatsApp, Google Classrom, mengisi dan mengirim tugas online lewat Google Form, dalam sehari setiap siswa bisa menghabiskan kuota internet antara 500 MB hingga maksimal 1 GB.
Kita ambil yang paling maksimal. Jika dikalikan 5 hari pembelajaran berarti siswa harus menyediakan kuota internet 5 GB seminggu. Dalam sebulan berarti siswa harus menyediakan kuota internet rata-rata 20 GB.Â
Bila dikalkulasikan dalam rupiah, rata-rata kebutuhan untuk membeli kuota internet agar dapat mengikuti pembelajaran jarak jauh sebesar 250 ribu setiap bulannya (dengan asumsi ini perhitungan kasar biaya isi ulang pulsa/kuota internet semua provider seluler). Itu untuk pembelajaran saja, bukan untuk kebutuhan hiburan seperti streaming YouTube, Tiktok, atau media sosial lainnya.
Dengan perhitungan kasar tersebut, secara ekonomi subsidi pulsa sebesar Rp.250 ribu sudah cukup membantu. Terutama bagi siswa yang orangtuanya tidak mampu.Â
Tapi kan masalah yang dihadapi bukan cuma pulsa saja. Kita harus ingat bahwa ada rumah tanpa komputer/laptop, ada orangtua dan siswa yang tidak memiliki telepon pintar.
Seandainya mereka punya, belum tentu tempat tinggal mereka memiliki infrastruktur digital yang memadai. Sinyal seluler yang cuma satu bar, atau jaringan internet yang berjalan seperti siput. Seandainya itu semua ada, belum tentu mereka bisa mengakses internet setiap hari. Ada siswa yang harus membantu pekerjaan orangtuanya di masa sulit ini, hingga lingkungan belajar di rumah yang tidak memadai.
Bagi Mahasiswa, Subsidi Biaya Kuliah Lebih Utama
Lain pelajar, lain pula mahasiswa. Mungkin subsidi pulsa bisa membantu secara ekonomi bagi siswa di tingkat pendidikan dasar hingga menengah. Tapi bagi mahasiswa, permasalahan terbesar saat mereka diharuskan kuliah online adalah masih tingginya uang kuliah tunggal (UKT) yang diminta kampus mereka.
Sebulan belakangan, keluhan mengenai masih tingginya UKT di beberapa perguruan tinggi disuarakan para mahasiswa di media sosial. Mahasiswa beralasan, UKT harusnya dikurangi atau bila perlu digratiskan selama pandemi karena proses pembelajaran harus dilakukan dari rumah. Selain harus menanggung biaya UKT, mahasiswa juga terbebani biaya pulsa agar bisa kuliah online.
Mendikbud Nadiem Makarim sendiri sudah menanggapi keluhan mahasiswa tentang UKT ini dengan mengeluarkan Permendikbud nomor 25 Tahun 2020 yang mengatur keringanan UKT bagi mahasiswa perguruan tinggi negeri (PTN).
"Untuk itu, Kemendikbud mengeluarkan Permendikbud nomor 20/2020, yang memperbolehkan universitas menyesuaikan besaran UKT untuk mahasiswa terdampak wabah Covid-19," katanya.
Sayangnya, Permendikbud tersebut hanya ditujukan bagi mahasiswa PTN. Hal ini tentu mengundang kecemburuan pada mahasiswa dari perguruan tinggi swasta (PTS) yang pengaturan UKT mereka tidak tersentuh oleh Permendikbud ini.
Pemberian subsidi pulsa dan subsidi UKT merupakan solusi jangka pendek yang bisa diberikan pemerintah untuk memastikan hak pendidikan setiap warga negara tidak terganggu selama masa pandemi Covid-19. Sembari menunggu berita baik dari ujicoba klinis vaksin Covid-19 fase ketiga, kita berharap kebijakan ini sedikitnya bisa meringankan beban masyarakat tidak mampu, agar anak-anak mereka masih tetap belajar dalam segala keterbatasan di masa-masa sulit seperti ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H