Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pembelajaran Jarak Jauh, Karma Bagi Orangtua Siswa?

2 Agustus 2020   22:23 Diperbarui: 2 Agustus 2020   22:10 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembelajaran jarak jauh di masa pandemi Covid-19 layaknya karma bagi orangtua siswa (dokpri)

Pemerintah Kota Surabaya berencana memulai kembali pembelajaran tatap muka bagi siswa jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP). Langkah awal akan dimulai di 21 SMP baik swasta maupun negeri sebagai pilot project.

Febriadhitya Prajatara Kabag Humas Pemkot Surabaya mengatakan, pembahasan di internal Pemkot masih terus dilakukan. Jumlah 21 sekolah itu diambil sebagai perwakilan sekolah di lima wilayah Surabaya.Puluhan sekolah itu bakal melakukan simulasi terkait protokol kesehatan terlebih dahulu sebelum nanti diputuskan untuk belajar tatap muka.

Alasan Pemkot Surabaya segera membuka lagi SMP karena aduan masyarakat terkait banyaknya anak atau remaja yang masih duduk di bangku SMP bersepeda sampai larut malam.Bahkan masyarakat juga melaporkan adanya balap sepeda kayuh yang dibumbuhi dengan taruhan.

Pengaduan masyarakat mengenai adanya pelajar yang keluyuran, bahkan sampai bertaruh di ajang balap sepeda kayuh menjadi preseden buruk bahwa orangtua kini mulai kehilangan kendali atas pengawasan dan pendidikan anak-anak mereka. Model pembelajaran jarak jauh (PJJ) menjadikan anak-anak di rumah cepat bosan, mudah stress dan, ditambah lemahnya pengawasan orangtua, perilaku dan budi pekerti siswa pun mulai terdegradasi.

Belum bisa dipastikan, sampai kapan anak-anak harus belajar dari rumah. Sekalipun di beberapa daerah seperti Surabaya sudah ada yang mulai merencanakan dibukanya kembali pintu-pintu sekolah, namun hingga detik ini sebagian besar siswa harus puas dengan pembelajaran jarak jauh.

PJJ, Karma Bagi Orangtua Siswa?

Di tengah keluh kesah guru, siswa maupun orangtua, di antara riuhnya dunia maya terlontar sedikit celotehan bahwa pembelajaran jarak jauh di masa pandemi Covid-19 layaknya karma bagi orangtua siswa. Virus corona seolah menjadi pengingat bagi orangtua bahwa mengajar dan mendidik anak itu tidak semudah mengucapkan kata-kata motivasi.

Di masa normal, orangtua bisa merasa tenang karena pendidikan anaknya bisa diserahkan pada guru-guru di sekolah. Kita bisa mengingat kembali saat anak-anak belajar hampir setengah hari di sekolah, atau yang biasa kita sebut Full Day School (FDS). Di awal munculnya wacana FDS, banyak orangtua yang mengkhawatirkan berkurangnya waktu sosialisasi anak-anak dengan lingkungan sekitar dan keluarga sendiri.

Bagi siswa yang sekolahnya menerapkan FDS, mereka maksimal jam 06 sudah harus berangkat karena jam masuk sekolah pukul 06.20. Pulang sekolah jam 17.00 di hari Senin, Rabu dan Kamis. Sedang di hari Selasa pulang jam 16.00 dan hari Jumat pulang jam 14.00. Dengan jam belajar yang begitu panjang, wajar bila sebagian orangtua merasa khawatir anak-anak kelelahan akibat padatnya jam pembelajaran di sekolah, sekaligus mengurangi waktu sosialisasi mereka dengan lingkungan dan keluarga.

Namun seiring waktu pelaksanaan FDS, orangtua yang tadinya khawatir akhirnya bisa bernafas lega. Dengan FDS, mereka bisa lebih fokus bekerja karena beban pengawasan serta pendidikan anak bisa diserahkan sepenuhnya ke sekolah.

Sayangnya, jerih payah dan bakti guru itu kerap diremehkan dan disepelekan. Kita sering mendengar kasus-kasus guru yang dilaporkan bahkan sampai berujung ke hukuman penjara hanya karena mereka ingin mendisiplinkan siswanya. Sering pula kita mendengar banyak orangtua siswa yang tidak terima bila anaknya sampai dijewer, dicubit atau dihukum berdiri di depan kelas kemudian sampai hati memaki-maki guru.

Datangnya virus corona seperti menjadi hakim yang adil. Dunia pun seolah menjadi terbalik. Kini, hampir sepanjang tahun siswa akan belajar dari rumah dan diawasi langsung orangtua mereka.

Tak hanya menjadi pengawas, orangtua juga harus bisa mengajar, melatih, mendidik, membina, dan yang paling penting adalah memberi contoh bagi anak-anak mereka sendiri. Karena, bukankah pada dasarnya guru adalah sosok yang bisa digugu dan ditiru?

Praktis, selama pandemi Covid-19 orangtua harus menjadi guru di rumah sehari penuh. Padahal sebelumnya, mereka menggantungkan pengajaran dan pendidikan anak-anak pada guru di sekolah.

Tapi, menjadi guru bagi anak sendiri ternyata tidak semudah mengucapkan kata-kata motivasi. Banyaknya waktu luang, rasa bosan hingga longgarnya pengawasan orangtua membuat anak-anak mulai bertingkah. Orangtua, apalagi mereka yang sibuk bekerja mulai tidak bisa mengontrol perilaku dan budi pekerti anak-anak terutama yang menginjak usia remaja.

Pembelajaran jarak jauh pada  akhirnya menyadarkan orangtua, bahwa penghargaan dan penghormatan pada profesi guru harus lebih dikedepankan daripada menuruti kecengengan putra-putri mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun