Di sebuah tempat penjualan hewan kurban, seorang anak muda berpakaian necis tampak melihat-lihat sekumpulan kambing yang dijual untuk keperluan ibadah kurban di Hari Raya Iduladha nanti. Amir, anak muda tersebut hendak membeli seekor kambing untuk aqiqah putrinya yang rencananya sekalian dibarengkan dengan perayaan IdulAdha.
Setelah melihat-lihat, Amir memilih seekor kambing yang lumayan gemuk. Namun, ternyata harga kambing itu di luar perkiraan dan di luar budget yang sudah disediakan Amir. Meski sudah menawar harga, namun si penjual tak juga melepas kambing itu.
Tanggung, Amir pun kembali memilih-milih kambing yang sesuai dengan ukuran kantongnya. Â Akhirnya, Amir mendapatkan seekor kambing berukuran sedang dengan harga lebih murah.
Tiba-tiba, datang seorang nenek berusia kira-kira 70 tahun seorang diri, tanpa ditemani siapapun juga. Tanpa basa basi, nenek itu langsung memilih kambing yang sedianya tadi sudah dipilih Amir, namun dilepas karena harganya terlalu mahal.
Lebih menakjubkan lagi, nenek itu membayar kambing gemuk tanpa menawar harganya! Segepok uang yang dibawanya dalam tas plastik hitam diserahkan pada penjual untuk dihitung.
Amir yang melihat langsung transaksi itu mendekat, lalu bertanya pada si nenek yang sedang menunggu uangnya dihitung penjual.
"Beli kambing buat apa Nek?"
"Buat kurban, Nak," kata si Nenek.
"Kok datang sendirian Nek, tidak ditemani anak cucu?"
"Nenek sudah tidak punya sanak saudara lagi , anak muda. Nenek sudah lama hidup sabatang kara. Untuk mencari nafkah hidup, sehari-hari nenek berjualan rempeyek kacang dan teri di pasar dekat rumah," kata si nenek dengan suara lembut.
Amir tertegun, lalu berkata : "Masyaallah Nek, dalam kondisi demikian Nenek masih sanggup berkurban."
Nenek itu tersenyum, dan dengan suara yang menggetarkan hati ia berkata,
"Nak, Allah sudah sedemikian sayang kepada nenek. Setiap hari Allah memberi nenek beragam nikmat yang begitu banyak, yang nenek sendiri tidak pernah mampu menghitungnya. Terutama nikmat menjadi manusia, nikmat Iman, dan nikmat Islam. Nenek selalu ingat ajaran Rasulullah, bahwa sebagai seorang hamba, setiap saat kita harus siap berkorban di jalan Allah. Nenek berpikir, sebagai umat Nabi Muhammad nenek harus mengikuti sunah tersebut.
Bayangkan Nak, meskipun setiap tahun nenek berkorban seekor kambing, tapi sebetulnya setiap harinya nenek hanya menghargai nikmat Allah itu dengan berkorban sepuluh ribu rupiah saja. Nak, Nenek tahu Allah begitu kaya. DIA tidak memerlukan uang dari nenek yang hanya sepuluh ribu rupiah setiap hari itu, walaupun memang itu yang dapat nenek korbankan untuk membalas nikmat-NYA yang begitu banyak tak terhitung jumlahnya.
Kalau Allah berkenan memberikan rezeki yang sedikit berlebih kepada nenek , sebenarnya nenek ingin sekali pergi berhaji. Tapi nenek sadar, ongkos ke sana besar sekali dan kondisi nenek tidak memungkinkan. Maka nenek beramal sesuai kemampuan saja, seperti berkorban sekali setahun ini. Nenek sangat berharap Allah ridha dan menerima korban nenek."
Tanpa terasa, air mata Amir menetes deras. Hatinya terguncang, jantungnya berdebar keras usai mendengar penjelasan sang Nenek tentang semangat berkurbannya.
Dirinya merasa sangat malu, mukanya bagai ditampar palu godam. Seorang nenek sebatang kara, dengan pendapatan hanya seadanya, mau bersusah payah menyisihkan uang dua ribu per hari agar bisa berkorban setiap tahun untuk membalas berjuta nikmat yang telah dilimpahkan Allah kepadanya.
Sementara dia, punya penghasilan beratus kali lipat dibandingkan sang nenek. Sungguhpun begitu, dia masih merasa berat untuk berkorban. Dia masih menawar harga kambing untuk keperluan akikah putrinya. Sedangkan sang Nenek, tanpa menawar dan tanpa pertimbangan apapun juga langsung membeli seekor kambing gemuk, bermodalkan tabungan dua ribu setiap hari.
***
"Qurban" berasal dari kata "qaruba -- qariibun" yang berarti dekat. Dari asal mula katanya kita bisa memahami bahwa ibadah kurban hanya mampu dilaksanakan dengan baik oleh mereka yang memiliki kedekatan dengan Allah. Yakni mereka yang senantiasa mampu mensyukuri segala nikmat yang sudah diberikan Allah.
Kita boleh kaya, punya penghasilan yang lebih dari cukup. Namun, seringkali hanya untuk membeli seekor kambing setahun sekali, hati kita merasa berat. Jika pun kita niat berkurban, kita masih menawar dan mungkin mencari hewan kurban yang harganya paling murah. Sementara ada orang miskin, namun ia mampu berkurban setiap tahunnya dengan menyisihkan sedikit penghasilan yang ia dapatkan setiap harinya.
Ibadah kurban bukan perkara kita mampu membeli hewan kurban atau tidak. Tapi seberapa dekat kita dengan Allah. Karena meski kita mampu membelinya, jika kita tidak mau mendekatkan diri dengan Allah, hati kita tidak akan tergerak untuk menunaikan ibadah kurban, setahun sekali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H