Selain terpilihnya dua yayasan konglomerat tersebut, masyarakat juga mengkritisi adanya sejumlah organisasi yang tidak jelas rekam jejaknya. Dari 156 ormas dan lembaga yang terpilih, terdapat beberapa organisasi yang tak bisa dijangkau rekam jejaknya. Apalagi dalam pengumuman seleksinya, Kemendikbud tidak mencantumkan rekam jejak para lembaga yang lolos. Padahal sebelumnya Kemendikbud menjanjikan semua organisasi yang terpilih memiliki rekam jejak yang jelas.
"Organisasi-organisasi yang terpilih sudah memiliki rekam jejak yang baik dalam implementasi program pelatihan guru dan kepala sekolah," papar Direktur Jenderal (Dirjen) Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Iwan Syahril pada Bincang Sore, Senin (20/7/2020).
Carut marut pemilihan organisasi dan lembaga yang bakal menerima hibah pembiayaan pelatihan ini akhirnya memicu mundurnya sejumlah organisasi besar. Selain NU dan Muhammadiyah, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) juga memutuskan untuk tidak bergabung dalam Program Organisasi Penggerak.
Mundurnya tiga organisasi besar ini tentu sangat disayangkan. NU melalui Lembaga Pendidikan Ma'arif (LP Maa'rif) dan Muhammadiyah dengan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengahnya merupakan dua entitas pendidikan dengan rekam jejak panjang dalam sejarah pendidikan Indonesia. Sementara PGRI merupakan wadah para guru yang tentunya juga memiliki pengalaman lebih dalam hal guru dan pendidikan.
Di masa pandemi, di saat dunia pendidikan kita membutuhkan perhatian yang serius dan tata kelola pembelajaran yang efektif, kisruh program organisasi penggerak ini tentu sangat memprihatinkan. Mendikbud Nadiem Makarim semestinya dapat mendengarkan suara dan kritik dari masyarakat sebelum dana bantuan dari pemerintah dicairkan.
Sebelum program ini terlaksana, alangkah bijaknya apabila Mas Nadiem meninjau ulang keputusan terpilihnya 156 organisasi agar dana hibah pemerintah ini benar-benar tetap sasaran. Jangan sampai apa yang ditudingkan masyarakat, bahwa ada organisasi yang rekam jejaknya tidak jelas mendapat dana bantuan hingga anggaran yang semestinya bisa digunakan untuk keperluan peningkatan kompetensi guru menjadi hilang percuma.