Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jika Anak Bertanya tentang LGBT, Bagaimana Orangtua Menjawabnya?

10 Juli 2020   20:32 Diperbarui: 10 Juli 2020   20:21 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beri bekal pengetahuan tentang LGBT pada anak dari sisi agama dan keimanan terlebih dahulu (ilustrasi: unsplash.com/Teddy Osterblom)

"Pak, lesbian itu apa?"

Orangtua mana yang tidak kaget saat anak laki-lakinya yang baru berusia 11 tahun menanyakan hal itu.

Jika anakku bertanya masalah seks biasa, seperti apa itu organ vital, orang yang berpacaran dan berciuman, atau mungkin pertanyaan rasa ingin tahu "dari mana/bagaimana anak-anak tercipta?",  aku bisa menjawabnya dengan hati yang tenang. Tapi ketika putraku sendiri yang baru berusia 11 tahun bertanya tentang LGBT, jantungku langsung berdetak kencang.

Jujur, aku termasuk golongan yang menentang LGBT. Aku tidak menentang pelakunya, melainkan orientasi seksualnya. Apa pun alasannya, apa pun argumentasinya, dan apa pun nilai kemanusiaan yang hendak ditawarkan para aktivisnya, bagiku LGBT menyalahi kodrat manusia. Titik. Pendirianku tak akan goyah sedikitpun.

Mendengar pertanyaan anakku, aku tidak langsung menjawab. Aku juga tidak langsung mencecarnya dengan bertanya dari mana dia mendengar kata tersebut. 

Toh, tanpa diberitahu aku sudah bisa menebaknya. Apa lagi yang bisa dijadikan kambing hitam dari segala macam informasi yang semestinya belum layak dikonsumsi anak-anak selain internet?

"Lesbian itu cewek mencintai cewek," jawabku sambil memandang mukanya.

Mendengar jawabanku, anakku hanya terdiam seolah sedang mencerna definisi "lesbian" menurut versi bapaknya. Raut mukanya datar, tidak terkejut juga tidak bingung. Wajah dan gerak-geriknya tidak menampakkan tanda-tanda apa pun yang bisa kubaca.

Setelah beberapa detik terdiam, anakku lalu melanjutkan bermain jepitan baju yang dalam imajinasinya bisa menjadi apa saja. Dia tidak bertanya mengapa perempuan bisa mencintai sesama perempuan, atau pertanyaan lain yang mungkin mengusik rasa ingin tahunya atas jawaban yang kuberikan.

Justru, karena tidak ada pertanyaan lanjutan itu aku menjadi gelisah sendiri. Aku khawatir anakku akan mencari tahu jawaban dari rangkaian pertanyaan tentang "lesbian" yang mungkin sudah siap dia lontarkan, tapi tidak jadi karena malu atau takut bertanya pada orangtuanya.

1. Beri Jawaban Dari Sisi Agama dan Keimanan

Mumpung dia belum mencari tahu sendiri, aku ingin memberinya bekal pengetahuan yang lengkap. Pertama, aku ingin dia tahu apa kata agama tentang hubungan sesama jenis.

Menurutku ini sangat penting, karena dengan pondasi agama dan keimanan yang kuat, aku berharap anakku tidak akan mudah termakan propaganda kaum liberal dan aktivis LGBT.

"Adik, coba bawa kemari buku 25 Kisah Nabi yang dulu dibelikan bapak," pintaku.

Anakku lalu keluar kamar dan mengambil buku yang kumaksud di rak buku ruang tamu. Sebelum dia menyerahkan bukunya, kuminta dia membuka halaman kisah Nabi Luth.

"Baca lagi kisah Nabi Luth ya, terus nanti ceritakan ulang pada Bapak."

Setelah beberapa menit membaca, anakku lalu menceritakan ulang kisah Nabi Luth. Hingga tibalah di bagian kisah kaum Nabi Luth yang dihukum Allah karena mencintai sesama jenis di antara mereka.

"Stop. Nah, adik sudah baca sendiri kan kisah kaum Nabi Luth. Allah murka pada kaum Nabi Luth karena mereka tidak bertakwa. Dan terlebih lagi, kaum Nabi Luth menyalahi kodrat manusia sebagai makhluk ciptaan Allah. Laki-laki diciptakan Allah untuk berpasangan dan mencintai wanita, bukan dengan sesama laki-laki. Adik juga bisa baca kisah Nabi Adam. Bukankah Nabi Adam diciptakan berpasangan dengan Ibu Hawa?"

"Iya pak," kata anakku.

2. Jelaskan Pentingnya Hubungan Antar Jenis Dari Sisi Ilmiah

Setelah menjelaskan LGBT dari sisi agama dan keimanan, barulah aku menjelaskan LGBT dari sisi "ilmiah".

"Sekarang, Bapak kasih contoh dari kucing di rumah ya. Si Bundel itu kucing jantan. Dia suka sama Gidget, kucing betina. Kalau dua kucingnya adik ini nanti kawin, mereka akan punya anak. Bundel gak suka sama si Jabrik, kucingnya Andre karena sama-sama jantan. Kucing jantan gak bisa kawin dengan kucing jantan.

Begitu pula dengan kita. Manusia tidak akan bisa menghasilkan keturunan bila kawin dengan sesamanya. Adik sama Mbak Arin, itu anugerah dari Allah karena Bapak mencintai dan berhubungan dengan Ibu. Laki-laki sama wanita."

Anakku mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah kata. Dalam hati, aku berharap penjelasanku sudah cukup untuk bisa menyingkirkan rasa ingin tahunya tentang "lesbian" atau apa pun yang terkait dengan LGBT.

"Ngomong-ngomong, dari mana Adik tahu kata 'lesbian'?" Kali ini, baru lah aku mencoba mencari tahu sumber pertanyaannya.

"Tadi waktu main game kata-kata di Roblox ada yang ngetik "lesbian", kata anakku.

Nah kan, seperti yang sudah bisa kutebak. Hampir mustahil dia mendengar  kata 'lesbian' ini dari lingkungan sekitarnya.

Internet, atau dalam lingkup lebih kecil game online, seperti halnya pisau. Ada banyak manfaatnya, begitu pula ada banyak mudharatnya.

Anak-anak jaman sekarang tak bisa lepas dari internet dan game online. Mereka adalah generasi yang lahir dengan internet sudah berada dalam genggaman tangannya.

Sebagai orangtua, sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk membimbing anak-anak agar dapat memanfaatkan Internet of Thing, segala hal yang bersumber dari internet untuk kebaikan anak-anak kita sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun