Banyak orang yang mengeluh bosan ketika mereka harus di rumah saja selama pandemi Covid-19. Kalau aku melihatnya dalam sudut pandang yang positif: Ada begitu banyak waktu ekstra yang bisa kita manfaatkan sebaik-baiknya.
Pandemi Covid-19 di seluruh dunia membuat setiap orang menderita. Virus corona mengambil cara hidup kita sehari-hari, termasuk rutinitas harian, jadwal mingguan, rencana bulan depan, kebiasaan kita - dan membalikkan semuanya.
Selama pandemi Covid-19, semua orang berada dalam badai yang sama, tapi cara menghadapinya bisa berbeda-beda. Semua orang menavigasi melalui dunia yang berbeda, mencoba mencari cara untuk menghadapi perubahan yang tiba-tiba. Begitu pula sikap kita dalam memanfaatkan waktu selama masa karantina di rumah saja.
Ada yang tenggelam dalam menonton hiburan di layar ponselnya. Ada yang tenggelam dalam umpan-umpan berita di media sosial. Ada yang tenggelam dalam kesibukan yang bermanfaat.Â
Bagaimana cara kita merespon pandemi dan memanfaatkan waktu ekstra yang tersedia, itulah yang kelak akan menentukan jalan kehidupan kita.
5 Tahap Respon Masyarakat Terhadap Pandemi
Secara historis, respons masyarakat terhadap pandemi mengikuti lima tahap ini: penolakan, kecemasan, penyesuaian, evaluasi ulang, dan normal baru.
Tahap Penolakan
Saat kita pertama kali mendengar berita tentang epidemi, kita menepisnya. Kita membaca berita dan mendengar cerita, tetapi menganggap itu bukan hal besar dan akan segera dapat diatasi dan hilang. Sikap ini sangat lazim jika wabah terjadi di suatu tempat yang jauh dari negara kita.
Ingat kembali saat virus corona pertama kali muncul di kota Wuhan, bagaimana respon kita? Biasa saja bukan? Malah ketika banyak riset mengatakan Indonesia kemungkinan besar sudah terdapat kasus positif corona, pejabat pemerintah kita sampai menyangkal sedemikian rupa.
Tahap Kecemasan
Tapi penolakan itu perlahan mengarah pada kecemasan. Satu dua kasus positif ditemukan, kemudian klaster pertama terdeteksi dan penularan virus semakin meningkat, kita mulai menerima bahwa pandemi itu nyata.Â
Kita dihadapkan dengan ketidakpastian tentang sesuatu yang tidak pernah kita rencanakan, dan dengan panik mencoba memutuskan bagaimana cara terbaik untuk merespons.
Aksi panic buying membuat harga masker dan hand sanitizer melambung tinggi. Banyak orang memborong bahan pangan karena khawatir pemerintah akan memberlakukan lockdown.
Tahap Penyesuaian
Di tengah-tengah krisis, akhirnya kita mulai menyesuaikan kebiasaan kita dengan berbagai kendala yang baru muncul, termasuk segala macam aturan pembatasan sosial dan protokol kesehatan.Â
Pada tahap ini, kita mulai merenungkan dan membandingkan kehidupan sebelum pandemi dan selama pandemi.
Merasa bosan akibat isolasi, kita mulai beralih ke berbagai kegiatan kreatif, seperti memasak atau membuat kue. Ada juga yang mungkin membuat jurnal untuk menghilangkan stres dan mendokumentasikan kehidupan sehari-hari baik lewat foto maupun tulisan selama waktu yang tidak biasa.Â
Tidak peduli bagaimana kehidupan seseorang dipengaruhi, setiap orang menemukan cara mereka sendiri untuk memperbaiki dan mengelolanya.
Tahap Evaluasi Ulang
Ketika krisis mulai mereda, kita mengevaluasi kembali bagaimana cara kita merespons dan apa yang harus dilakukan untuk maju. Kebiasaan apa yang harus dijaga? Dan mana yang perlu dibuang?
Kita berpikir tentang apa yang penting. Kita fokus pada apa yang paling penting. Kebanyakan kita mulai membuang kebiasaan lama yang dianggap menjadi penghalang selama pandemi dan mulai membangun kebiasaan baru yang lebih sesuai.
Tahap Normal Baru
Tahap terakhir kemudian, adalah normal baru. Kita beringsut kembali ke kehidupan biasa, kembali ke kegiatan yang biasa kita lakukan sebelumnya. Namun, ada beberapa hal yang sebelumnya tidak pernah kita lakukan akhirnya menjadi kebiasaan baru.
Kita mungkin lebih terbiasa mencuci tangan secara teratur. Kita juga terbiasa menjaga jarak dan memakai masker saat beraktivitas di luar. Sementara itu, banyak dari kita yang mungkin mulai menikmati fleksibilitas bekerja dan belajar dari jarak jauh. Sedangkan perusahaan mulai menerapkan banyak standar kesehatan dan kebersihan.
Selama masa krisis, prioritas akan dirombak. Kebanyakan kita berharap untuk pergi keluar, makan di restoran, dan mengunjungi tempat-tempat wisata. Tetapi kita juga menyadari ada banyak hal dalam kehidupan lama kita yang tidak kita butuhkan, seperti barang mewah atau kebutuhan hidup tersier.Â
Selama waktu itu kita diberi kesempatan untuk merefleksikan apa yang kita lakukan sebelumnya dan apakah kita akan melepaskan perilaku atau kebiasaan itu.
Pandemi Covid-19 Dapat Membuka Jalan Hidup Baru Kita
Sama seperti sumber daya apa pun di planet ini, waktu juga terbatas. Sebelum pandemi, kita menjalani hidup ini seolah waktu bertahan selamanya dan mengabaikan fakta bahwa waktu tidak hanya terbatas, tetapi juga hanya dapat dikonsumsi dalam kerangka tahun, bulan, minggu, hari, menit, dan detik.Â
Itu tidak hanya membatasi hidup kita, tetapi juga memberi kita alat untuk memberi insentif pada keberadaan yang bermakna.
Masa karantina selama pandemi Covid-19 adalah kesempatan terbaik seumur hidup yang mungkin tidak akan pernah kita dapatkan kembali. Ketika semua ini berakhir, apakah kita puas dengan cara kita menghabiskan hari demi hari selama pandemi?
"Bukannya kita memiliki waktu yang singkat untuk hidup, tetapi kita membuang banyak hal." -- Seneca dalam On the Shortness of Life
Di tengah-tengah tragedi besar terdapat kesulitan dan penderitaan. Tetapi ada juga kesempatan untuk belajar.
Kita belajar lebih banyak tentang diri sendiri, nilai-nilai yang kita percayai dan patuhi, dan berbagai pelajaran lain yang dapat menggerakkan kita untuk lebih maju dan membuka jalan hidup baru. Seperti melihat foto lama, suatu hari nanti kita akan melihat ke belakang dan menyadari seberapa jauh kita telah berkembang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI