Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Logika Terbalik Masyarakat Indonesia terhadap Covid-19

10 Juni 2020   21:32 Diperbarui: 10 Juni 2020   21:22 1309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kemacetan parah menandai hari pertama masa transisi new normal di Jakarta (foto: Dawi F/economiczone.id)

Masih ingat enggak bagaimana reaksi masyarakat Indonesia ketika kasus positif Covid-19 pertama kali muncul di Indonesia?

Panik.

Saking paniknya masker  yang biasanya berharga puluhan ribu rupiah per kotak melonjak gila-gilaan hingga menembus ratusan ribu rupiah per kotak. Handsanitizer langsung menjadi langka.

Di perkotaan, banyak  kelas menengah ke atas memborong dan menumpuk bahan makanan karena khawatir pemerintah akan memberlakukan lockdown yang membatasi gerak dan aktivitas mereka.

Tagar #DiRumahSaja mondar-mandir di media sosial dan layar kaca, menghimbau masyarakat untuk tidak ke luar rumah jika tidak ada keperluan yang mendesak. Jalan-jalan disemprot disinfektan, portal di kampung-kampung dan perumahan ditutup, dipasangi spanduk besar bertuliskan "Kawasan Khusus Physical Distancing". Ritual peribadatan yang mengumpulkan banyak orang harus ditiadakan.

Coba bandingkan keadaannya sekarang ini. Jalanan macet kembali. Tempat-tempat favorit untuk berolahraga langsung ramai. Portal di pintu masuk kampung-kampung sudah dibuka. Transportasi umum diijinkan beroperasi kembali, tanpa aturan pembatasan penumpang yang ketat.

Adakah kita melihat keanehannya?

Ya, kepanikan melanda masyarakat kita saat jumlah kasus positif Covid-19 bisa dihitung dengan jari. Sekarang, ketika kasus positif Covid-19 sudah menyentuh puluhan ribu kasus dan pertambahan kasus positif per harinya selalu kian melonjak drastis memecahkan rekor harian, tak ada kepanikan yang terjadi.

Masyarakat sepertinya sudah tidak peduli dengan virus corona. Tiga bulan di rumah saja dianggap sudah cukup menyusahkan. Lebih baik mati karena corona daripada mati kelaparan, mungkin seperti itu yang ada di pikiran sebagian warga.

Mirisnya, ketidakpedulian masyarakat akan pandemi Covid-19 diiringi dengan semakin tidak percayanya mereka pada Covid-19 itu sendiri. Kasus pengambilan paksa jenazah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang hendak dimakamkan dengan prosedur Covid-19, penolakan warga untuk melakukan rapid tes, merupakan bukti nyata ketidakpedulian sekaligus semakin turunnya kepercayaan masyarakat terhadap Covid-19 dan penanganannya oleh pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun