Terus terang dan mohon maaf apabila kurang berkenan, aku lebih menghargai pembaca yang berkomentar jujur apa adanya, daripada pembaca yang memuji atau berkomentar basa-basi. Pernah ada pembaca Kompasiana yang berkomentar, bahwa tulisanku "jaka sembung" alias tidak nyambung.
Awalnya sih aku tersinggung karena aku merasa sudah susah payah menulis, eh dikomentari seperti itu. Tapi, setelah kubaca ulang tulisanku, apa yang dia katakan memang benar. Ada bagian yang tidak nyambung. Antara premis dengan logika yang kujadikan dasar argumentasi terdengar tidak ada hubungannya sama sekali.
Meningkatkan Kualitas Tulisan
Pada akhirnya, komentar yang jujur tersebut menjadi kritik konstruktif yang akan membantu kita dalam melatih dan meningkatkan kualitas serta membantu kita untuk dapat tumbuh sebagai penulis yang baik. Kita mungkin dapat meningkatkan keterampilan menulis dari membaca berbagai kiat atau terus berlatih menulis. Tetapi, semakin banyak umpan balik yang kita dapatkan dari sudut pandang yang berbeda, semakin baik tulisan kita nantinya.
Di Kompasiana, ada banyak pengetahuan yang disediakan banyak penulis. Jika kita menciptakan budaya di mana komentar jujur yang konstruktif adalah norma, ini akan memungkinkan kita untuk saling membantu belajar menulis lebih baik. Semakin berkualitas tulisan kita, semakin besar pula kemungkinannya untuk mendapatkan banyak pembaca.
Memperlihatkan Kejelasan Niat
Manfaat lain dari komentar yang jujur adalah membantu kita mengetahui bagaimana tulisan kita muncul. Maksudku, apa yang kita pikirkan dalam tulisan kita mungkin tidak sama dengan apa yang dipikirkan pembaca.
Kita menulis untuk beberapa alasan tertentu. Baik untuk mempresentasikan ide-ide kita, memproses pengalaman yang kita miliki atau milik orang lain, bermaksud persuasif atau hanya sekedar memberikan pendapat/opini terhadap masalah tertentu.
Ketika menulis, kita memiliki cara sendiri untuk memahami apa yang hendak kita katakan. Tetapi, para pembaca mungkin tidak memahaminya dengan cara yang sama. Jika apa yang ingin kita katakan tidak sama dengan apa yang bisa diambil pembaca, maka artinya kita gagal memenuhi niat yang hendak kita sampaikan dalam tulisan kita.
Saat menerima komentar yang jujur, sekalipun menurutku itu menyakitkan, hal ini membuat aku menyadari bahwa apa yang ada di kepalaku sebelum menulis ternyata kadang tidak sama dengan kata-kata sudah kutuliskan. Umpan balik dari pembaca adalah cara terbaik untuk memahami bagaimana tulisan kita muncul di halaman.
Mengorbankan Kejujuran Dapat Merugikan Rekan Penulis
Pembaca yang baik selalu meninggalkan jejak. Ibarat tamu, dia akan berpamitan pada tuan rumahnya sebelum melangkah pulang.
Tamu yang baik seringkali komentarnya menyanjung hati tuan rumah, sekalipun untuk itu dia harus mengorbankan kejujurannya. Namun dalam hal mengomentari tulisan, ketidakjujuran kita dapat merugikan rekan sesama penulis. Dia mungkin tidak akan dapat berkembang, dan cenderung selalu menganggap tulisannya sudah baik-baik saja.
Di Kompasiana, memberi nilai atau komentar yang positif adalah budaya yang baik. Tetapi, alangkah lebih baik lagi bila kita mulai menggeser budaya ini menjadi komentar yang jujur untuk memasukkan umpan balik yang konstruktif.