Akhir-akhir ini banyak terdengar suara sumbang terhadap tenaga kesehatan yang menangani pasien dalam pengawasan. Mereka dituduh menerima suap dan mencari keuntungan besar dengan memperlakuan pasien sesuai prosedur dan standar Covid-19.
Polemik itu muncul menyusul terjadinya beberapa kasus yang viral lewat video di medsos. Seperti keluarga pasien asal Kabupaten Bulukumba, yang meronta karena tidak ingin anggota keluarga mereka dikuburkan dengan protokol Covid-19.
Ada pula  insiden satu jenazah berstatus pasien dalam pengawasan (PDP) Covid-19 di Rumah Sakit Dadi Kota Makassar, Sulawesi Selatan, diambil paksa oleh pihak keluarganya dengan membawa senjata tajam.
Aksi ini dilakukan lantaran keluarga pasien menolak anggota keluarga mereka yang meninggal akan dimakamkan dengan standar Covid-19. Mereka menerobos masuk ke ruang ICU dan mengambil paksa jenazah yang telah dibalut kain.
Tudingan Tenaga Kesehatan Mengambil Untung Adalah Fitnah Keji
Menanggapi tuduhan masyarakat yang disuarakan di berbagai media sosial itu, Humas Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Makassar, dr Wachyudi Muchsin, menganggap tudingan itu adalah fitnah keji.
"Mewakili dokter, pertama ingin mengucapkan turut berduka cita yang sedalam-dalamnya kepada seluruh masyarakat yang keluarganya meninggal terpapar virus corona, baik itu dalam status PDP maupun positif Covid-19. Baik itu masyarakat biasa, maupun dokter serta tenaga medis yang gugur," ujarnya.
Yudi menjelaskan, untuk kasus yang masih berstatus PDP dan meninggal dunia, pemerintah melalui tim Gugus Covid mengambil pilihan yang dianggap lebih aman untuk pemakamannya, yakni secara prosedur Covid-19, dengan tujuan dapat menekan laju penyebaran penyakit yang sangat cepat.
Kendati demikian, kata dia, di sini terkadang timbul persoalan banyak, karena hasil tes swab belum keluar, namun jenazah sudah dikubur dengan prosedur Covid-19.
Memang benar apa yang dikatakan dr. Wachyudi Muchsin. Penanganan pasien yang meninggal secara prosedur Covid-19 tak lain hanya bertujuan untuk menekan laju penyebaran penyakit Covid-19 yang sangat cepat.
"Prasangka buruk" tenaga kesehatan yang memperlakukan jenazah setiap Pasien Dalam Pengawasan dengan prosedur Covid-19 wajib kita hargai. Sebagaimana mereka memperlakukan pasien yang menderita gejala virus corona.
Bagaimana seandainya hasil swab PCR membuktikan pasien yang meninggal itu negatif corona?
Tetaplah berbaik sangka. Itu adalah ikhtiar dari mereka untuk mencegah penularan. Proses identifikasi pasien positif corona tidak mudah dan tidak secepat yang bisa kita harapkan.
Kemampuan laboratorium di negara kita masih sangat terbatas. Dengan semakin banyaknya antrean sampel, otomatis semakin lama pula waktu tunggu sampel atau diagnosanya bisa diketahui.
Hargai "Prasangka Buruk" Tenaga Kesehatan Demi Kebaikan Bersama
Kita akan menjadi dzolim terhadap tenaga kesehatan dan masyarakat sekitar kita jika kita bertindak egois, menuruti emosi dengan memaksakan pasien yang meninggal itu ditangani secara normal, tanpa protokol kesehatan yang benar. Bagaimana jika setelah itu hasil tes swab PCR keluar dan pasien yang meninggal dinyatakan positif?
Berapa banyak orang yang berpotensi tertular karena kecerobohan kita? Berapa banyak orang yang mungkin kelak akan dirawat oleh dokter dan perawat yang sama, yang pernah kita tuding dengan begitu kejinya?
Dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya juga manusia. Saya yakin, tak ada satu pun tenaga kesehatan yang mau tertular virus corona, dan menularkan virus itu pada anggota keluarganya. Satu-satunya langkah pencegahan yang bisa mereka lakukan adalah "berprasangka buruk" terhadap setiap pasien yang menderita gejala-gejala mirip virus corona. Dengan "prasangka buruk" itu, mereka bisa mengambil tindakan sesuai prosedur dan protokol kesehatan. Semua ini mereka lakukan demi mencegah virus yang belum ditemukan obat dan vaksinnya ini menyebar semakin luas.
Cobalah berpikir yang sedikit logis, jangan mudah termakan berita-berita hoaks dan segala macam konspirasi yang belum terbukti. Jika para tenaga kesehatan itu dituduh mengambil keuntungan dari setiap penanganan Covid-19, memangnya pemerintah punya uang untuk membayar mereka?
Jangankan mengambil untung, sampai sekarang banyak insentif tenaga kesehatan yang terkatung-katung. Mereka rela mempertaruhkan nyawa demi menyelamatkan nyawa orang lain, yang tidak mereka kenal sama sekali.
Hanya gara-gara menuruti emosi dan egoisme pribadi, jangan sampai hati nurani kita mati dengan memberi tuduhan yang sangat keji.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H